KORANPALPOS.COM – Kisruh dugaan pencampuran Pertalite menjadi Pertamax yang menyeret Pertamina ke pusaran kontroversi adalah cerminan dari sebuah krisis kepercayaan.
Di satu sisi, PT Pertamina Patra Niaga telah menyatakan dengan tegas bahwa mereka tidak melakukan pencampuran bahan bakar minyak (BBM) impor RON 90 menjadi RON 92.
Produk yang mereka terima dari kilang dan impor sudah sesuai standar, dan di terminal BBM hanya dilakukan penambahan warna serta zat aditif, tanpa mengubah nilai oktan.
Sebagaimana Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo yang menyebutkan bahwa penambahan zat aditif pada bahan bakar minyak Pertamax atau RON 92 bersifat untuk meningkatkan performa.
BACA JUGA:Yakinkan Interaksi Milly dan Mamet Seru Dibahas
BACA JUGA:Perkuat Tausyiah Ramadhan, Kemenag Sumsel Terjunkan 330 Dai ke Seluruh Wilayah
Bahkan, sistem quality control mereka menggunakan teknologi Electronic Test Report Internal Pertamina (ELTRO) untuk memastikan kualitas BBM tetap sesuai spesifikasi.
“Jadi tidak betul bahwa Pertamax ini adalah produk oplosan, karena kita tidak melakukan hal tersebut," kata Ega berkali-kali, menegaskan.
Penjelasannya panjang lebar tentang terminal-terminal penyimpanan di Pertamina Patra Niaga yang tidak memiliki fasilitas blending untuk produk gasoline.
Alih-alih, hanya ada fasilitas penambahan aditif dan pewarna.
BACA JUGA:Pemprov Sumsel Dapat Bantuan Buffer Stock dari Kementerian Sosial RI
BACA JUGA:Harus Tegas ! Parkir Liar Timbulkan Kemacetan Lalulintas
Kata Ega juga bahwa pengoplosan tidak mungkin dilakukan, mengingat Pertamina Patra Niaga dan badan usaha lainnya diawasi oleh pemerintah, baik secara distribusi maupun kualitas.
Selain itu, sampling dari BBM milik Pertamina Patra Niaga juga secara rutin dilakukan pemeriksaan oleh pihak independen.
Di sisi lain, Kejaksaan Agung telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Patra Niaga untuk periode 2018 hingga 2023.