Kedua program tersebut dijalankan oleh kementerian yang berbeda. Sekolah Garuda dibangun oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, sedangkan Sekolah Rakyat oleh Kementerian Sosial.
BACA JUGA:Bukan Thailand Apalagi Malaysia : Sumatera Selatan Punya Kebun Durian Terluas di Indonesia !
BACA JUGA:Waspada Virus HMPV : Dinkes Palembang Buka Layanan Pengaduan !
Dua program ini menuai pro kontra.
Pihak yang mendukung menilai hal ini akan menjadi akselerasi pendidikan dalam menyiapkan siswa untuk bisa kuliah di kampus ternama di dunia.
Sedangkan pihak yang tidak setuju berpandangan justru ini bertentangan dengan prinsip pemerataan pendidikan yang berkualitas.
Pemerintah dalam Astacita juga berkomitmen menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi Gen Z, mempermudah izin dan memberi insentif dalam membangun UMKM serta industri kreatif, pengembangan usaha berbasis teknologi, inovasi, dan digitalisasi, dan kartu usaha startup.
Hal ini bisa menjawab persoalan yang kerap dikeluhkan generasi tersebut yaitu kekhawatiran mereka mengenai pekerjaan yang semakin sulit didapatkan, ancaman pengangguran, serta mimpi bekerja di perusahaan bergengsi dan stabil seperti Badan Usaha Milik Negara yang semakin jauh dari kenyataan.
Belum lagi stigma yang melekat pada Gen Z sebagai generasi strawberry, memiliki kecakapan dan menarik, tapi rapuh ketika dihadapkan dengan tantangan dan hambatan.
Kerapuhan tersebut juga punya konsekuensi rentan terhadap masalah mental.
Salah satu asosiasi psikologi terkemuka di dunia American Psychological Association (APA) menyebut bahwa Gen Z merupakan kelompok yang banyak melaporkan masalah mental dibanding generasi sebelumnya.
Mereka juga banyak mencari bantuan profesional seperti psikolog dan psikiater, serta mempercakapkan masalah mental dengan orang-orang sekitar melalui tatap muka dan media sosial.
Masalah mental yang dihadapi Gen Z berdasarkan survei Healthcare IT terhadap 1.000 responden yang berusia 18 sampai 26 tahun, hasilnya menunjukkan sekitar 54 persen responden mengaku mengalami kecemasan.
Penyebab kecemasan yang dialami Gen Z dalam riset tersebut juga cukup beragam, mulai dari kekhawatiran akan masa depan, masalah keuangan, pekerjaan, aktivitas sosial, hingga persoalan keluarga dan percintaan.
Tak hanya kecemasan, Gen Z juga rentan mengalami keterasingan dan kesepian, krisis identitas dan terjebak dalam pergaulan yang merusak hidup mereka, distres yang berkepanjangan, depresi, gangguan kepribadian ambang, melukai diri, hingga percobaan bunuh diri.
Sebagai pengajar yang sehari-hari berhadapan dengan Gen Z saya tak ingin menciutkan nyali Gen Z.