Dulu, ayahanda Prabowo, Prof. Sumitro Djojohadikusumo, mengatakan, setiap tahun terjadi kebocoran APBN 30 persen dan sekarang mungkin lebih.
Karena itu, ketika putranya menjadi presiden, publik menaruh harapan besar di pundak Prabowo untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Mungkin masih terlalu dini untuk mengharapkan bahwa salah satu gebrakan Prabowo dalam 100 hari kerja kabinetnya adalah mendorong legislasi tentang perampasan aset, yang telah lama menjadi perhatian publik, tapi belum juga tertuntaskan.
Andaikan itu terjadi, rakyat yang mendambakan keadilan akan berdiri di belakang Presiden Prabowo untuk melaksanakannya sebagai bagian dari tekad pemimpin untuk menyelamatkan aset negara.
Semua itu bisa dicapai apabila stabilitas dalam negeri semakin mantap, penegakan hukum tidak "berselingkuh" dengan kepentingan politik dan bisnis, dan keadilan menjadi budaya baru di bangsa ini.
Itu berarti harus terjadi keadilan di semua bidang, politik, hukum, ekonomi, dan pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Gagasan presiden tentang perlunya menyederhanakan sistem pemilu adalah suatu terobosan, demi efisiensi sumber daya negara dan agar tidak membuka peluang oligarki serta pembudayaan korupsi dalam proses pemilu.
Para ahli di bidang ini perlu mengkaji secara mendalam untuk menerjemahkan gagasan presiden tersebut.
Masalahnya bukan bisa atau tidak, tetapi mau atau tidak kita menyederhanakan sistem pemilu seperti yang digagas presiden. Misalnya, kepala daerah dipilih secara langsung oleh DPRD.
Mahkamah Konstitusi sudah mengeluarkan keputusan menghapus presidential threshold 20 persen.
Artinya, pemilihan langsung akan dilanjutkan di tingkat pilpres, sementara presiden menghendaki kepala daerah dipilih oleh DPRD.
Keputusan MK tidak dapat diubah, karena bersifat final dan mengikat.
Apakah itu berarti bisa dilakukan sistem hibrida dalam pemilu, kepala daerah dipilih oleh DPRD tapi presiden dipilih secara langsung oleh rakyat?
Ini membutuhkan pengkajian yang mendalam tentang demokrasi perwakilan, sesuai Pancasila dan konstitusi negara, di tengah sistem pemilihan langsung yang kini digunakan.
Hal yang dibutuhkan bukan hanya penyederhanaan sistem pemilu, tapi juga pendemokratisasian partai-partai politik.
Elok tampaknya apabila semua partai politik melakukan konvensi, agar bisa muncul calon-calon terbaik yang dipilih karena kapasitas dan integritas dirinya, tetapi bukan karena pertimbangan subjektif.