Melalui LPHD, warga Pasar Rawa telah menyelamatkan hutan, walaupun sedikit. Hutan yang sebelumnya dijadikan kebun sawit oleh pengusaha, kini kembalikan lagi menjadi hutan.
Meskipun melalui liku sejarah yang sangat panjang dan rasa perih bagi masyarakat, mereka terus berupaya untuk mempertahankan itu sebagai jantung kehidupan serta tempat masyarakat mencari nafkah.
Ekosistem mangrove Desa Pasar Rawa menyumbang bagian penting pada luasnya tutupan hutan mangrove di Kabupaten Langkat.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Sumatra Utara tahun 2023, Kabupaten Langkat memang menjadi daerah dengan eksisting mangrove terluas di provinsi itu, dengan total mencapai 20.823 hektare yang didominasi mangrove lebat seluas 14.726 hekatre.
Sementara total mangrove eksisting di Provinsi Sumatra Utara mencapai 59.765 hektare.
Luasan ini didominasi mangrove lebat dengan porsi sebesar 74,35 persen, sedangkan luas lahan potensi mangrove di provinsi itu mencapai 25.458 hektare.
Indonesia menjadi rumah bagi sekitar 23 persen hutan mangrove dunia.
Berbagai manfaat penting dari mangrove, mulai dari pelindung alami dari erosi pantai, badai, dan tsunami, hingga penyerap karbon dalam jumlah besar, sehingga berperan dalam upaya memitigasi perubahan iklim.
Cita-cita global menuju emisi nol bersih (net zero emission/NZE), yang salah satunya dapat dicapai lewat penanaman mangrove, diikuti dengan kesepakatan demi kesepakatan di antara negara-negara, mungkin tidak sepenuhnya mengisi ruang visual masyarakat akar rumput.
Meskipun demikian, hal yang pasti dirasakan langsung masyarakat adalah pulihnya ekosistem mangrove membawa harapan perbaikan kehidupan bagi lingkungan pesisir, sebagaimana yang dicontohkan di Desa Pasar Rawa.
Ekonomi baru
Sumber mata pencaharian nelayan dari hutan mangrove Desa Pasar Rawa telah kembali. Sumber ekonomi itu tidak hanya hasil tangkap nelayan berupa udang dan kepiting.
Banyaknya ikan ketang atau ikan baronang, yang awalnya tidak sengaja terbawa jaring nelayan, mendorong ibu-ibu di desa itu turut memanfaatkannya, dengan diolah menjadi keripik.
“Kalau ikan ini sudah dijaring, dilepas lagi, ikan ini akan mati. Jadi kan sayang. Kami coba jual untuk dijadikan ikan asin, orang pun tidak minat. Jadi, kami coba membuat keripik ikan. Tidak langsung jadi seperti ini (dengan rasa yang enak dan kemasan bagus). Berbagai percobaan kami lakukan terlebih dahulu,” cerita Sabaria, anggota KUPS Maju Bersama Kuliner.
Setelah mengikuti inkubator bisnis di Medan, produk keripik ikan baronang dibungkus dalam kemasan yang lebih menarik.
Mereka pun mulai berani untuk memasarkan produknya di beberapa toko oleh-oleh di Kabupaten Langkat.