Namun, Human Rights Watch (HRW) dalam laporan terbarunya menyoroti penggunaan kekerasan berlebihan oleh aparat keamanan Guinea dalam menghadapi demonstran.
"Tembakan gas air mata dan kekerasan fisik telah menjadi respons standar aparat, termasuk dalam tragedi di stadion ini. Guinea gagal memenuhi janji untuk menghormati hak asasi manusia," ungkap HRW.
Tragedi di Nzerekore ini menambah panjang daftar insiden serupa di stadion-stadion Afrika.
Masalah kepadatan penonton dan kurangnya sistem keamanan yang memadai kerap menjadi faktor utama.
Konfederasi Sepak Bola Afrika (CAF) dan FIFA telah berupaya meningkatkan standar keamanan stadion di seluruh benua Afrika, namun insiden ini menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
"Keselamatan penonton adalah prioritas utama dalam setiap pertandingan sepak bola. Insiden seperti ini seharusnya tidak terjadi jika protokol keamanan diterapkan dengan benar," ujar juru bicara CAF dalam pernyataannya.
Tragedi ini seharusnya menjadi momen refleksi bagi pemerintah Guinea, penyelenggara turnamen, dan komunitas sepak bola internasional.
Sepak bola, sebagai olahraga yang menyatukan banyak orang, tidak boleh lagi menjadi ajang kekerasan yang merenggut nyawa.
"Kami berharap tragedi ini menjadi yang terakhir. Tidak ada pertandingan atau trofi yang sebanding dengan nyawa manusia," ujar seorang pengamat sepak bola di Guinea.
Dengan investigasi yang menjanjikan transparansi, perhatian internasional, dan harapan akan reformasi keamanan stadion, tragedi Nzerekore diharapkan menjadi titik balik untuk menghindari insiden serupa di masa depan.