Secara historis, Belitang merupakan salah satu dari 13 marga dalam Onderafdeeling Komering Ulu pada masa kolonial Belanda.
Marga ini dipimpin oleh kepala marga yang disebut Pasirah, dengan pusat pemerintahan berada di Martapura.
Selain Belitang, wilayah ini mencakup marga lain seperti Semendawai Suku I, Semendawai Suku II, dan Buay Pemuka Peliung.
Pada tahun 2003, Kabupaten OKU dimekarkan menjadi tiga wilayah administratif, yaitu Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur) dengan ibu kota Martapura, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKU Selatan) dengan ibu kota Muaradua, dan Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) dengan ibu kota Baturaja.
Pemekaran ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat di masing-masing wilayah.
Meskipun telah membawa banyak manfaat, Bendungan Perjaya menghadapi tantangan terkait pengelolaan lingkungan dan keberlanjutan.
Tanah kritis di Belitang membutuhkan perhatian khusus, terutama dalam hal konservasi dan perbaikan kualitas lahan.
Selain itu, pengelolaan sumber daya air perlu dilakukan secara bijak untuk memastikan pasokan tetap stabil di tengah perubahan iklim yang semakin ekstrem.
Ke depan, pengembangan sektor pariwisata di sekitar Bendungan Perjaya dapat menjadi salah satu solusi untuk diversifikasi ekonomi lokal.
Dengan promosi yang tepat dan pengelolaan yang baik, potensi pariwisata ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan menarik lebih banyak wisatawan.
Bendungan Perjaya bukan sekadar infrastruktur irigasi; ia adalah simbol transformasi wilayah Belitang dari hutan liar menjadi pusat pertanian yang produktif.
Sejarah panjang bendungan ini, mulai dari era Belanda hingga Orde Baru, mencerminkan peran pentingnya dalam mendukung pertanian, perikanan, dan pariwisata.
Dengan pengelolaan yang baik, Bendungan Perjaya akan terus menjadi tulang punggung perekonomian dan kehidupan masyarakat di OKU Timur.