Kehadiran sistem irigasi memungkinkan masyarakat membuka lahan sawah baru dengan pembatasan yang jelas, seperti jalan dan galengan.
Wilayah yang awalnya hanya mengandalkan hujan kini mampu mengelola lahan pertanian dengan lebih baik.
Selain itu, bendungan ini juga membantu memitigasi dampak musim kering dengan menyediakan pasokan air yang stabil.
Hal ini tidak hanya meningkatkan produktivitas pertanian tetapi juga ketahanan pangan di wilayah tersebut.
Belitang memiliki luas wilayah 341.015 hektar dengan mayoritas tanah datar, sekitar 145.000 hektar di antaranya.
Berdasarkan penelitian lembaga tanah dan pemupukan di Bogor, wilayah ini didominasi oleh tanah podsolik merah kuning, yang sekitar 40,76 persen di antaranya tergolong tanah kritis.
Tanah di Belitang terdiri dari campuran lempung dan pasir.
Tanah lempung cocok untuk pertanian padi karena mampu menahan air dan membentuk lumpur, sementara tanah berpasir lebih ideal untuk pemukiman.
Berada pada ketinggian sekitar 44 meter di atas permukaan laut, wilayah ini memiliki iklim tropis basah dengan dua musim utama, yaitu musim penghujan dan kemarau.
Belitang juga dilalui oleh tiga sungai utama: Sungai Komering (162 km), Sungai Macak (30 km), dan Sungai Belitang (30 km).
Sungai-sungai ini menjadi sumber air utama bagi sistem irigasi yang mendukung pertanian dan kehidupan masyarakat.
Selain mendukung irigasi, Bendungan Perjaya juga memberikan manfaat lain bagi masyarakat sekitar.
Kegiatan perikanan berkembang pesat dengan adanya bendungan ini.
Banyak warga yang memanfaatkan bendungan sebagai tempat budidaya ikan air tawar, seperti nila dan lele, yang menjadi sumber penghasilan tambahan.
Di sisi lain, Bendungan Perjaya juga memiliki potensi pariwisata. Pemandangan alam di sekitar bendungan menarik wisatawan lokal yang ingin menikmati suasana tenang.
Hal ini membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat sekitar, seperti usaha kuliner, penyewaan perahu, atau kegiatan rekreasi lainnya.