Putra Maya menjelaskan maksud kedatangannya: Mereka datang untuk mengucapkan terima kasih kepada Kimas Bunang, yang pernah menerima dan merawat ibu dan adik perempuan Putra Maya saat keduanya sakit.
Pada masa itu, dusun Ulak Bandung belum berdiri, dan Kimas Bunang belum menikah. Ibu dan adik Putra Maya akhirnya kembali ke negeri Silam saat dusun Kimas Bunang dilanda wabah penyakit.
Selain itu, Putra Maya juga datang dengan misi melamar Kimas Bunang sebagai suami untuk adik perempuannya.
Sebagai tanda keseriusan, Putra Maya menyerahkan sebuah azimat yang memungkinkan Kimas Bunang untuk masuk ke negeri Resam, namun dengan beberapa pantangan yang harus diikuti.
Kimas Bunang menerima azimat tersebut dan diberikan petunjuk serta pantangan dari orang-orang Resam.
Setelah menjelaskan maksud kedatangan mereka, Putra Maya dan para hulubalangnya dijamu makan oleh masyarakat Ulak Bandung, lalu mereka mohon pamit untuk kembali ke negeri Silam.
Kimas Bunang menerima lamaran tersebut dan akhirnya menikahi anak raja dari negeri Resam.
Sang istri terkenal karena kecantikannya yang tiada tanding pada masanya, dan dari pernikahan ini mereka dikaruniai seorang putra.
Namun, ada pantangan yang harus diikuti oleh Kimas Bunang, yaitu tidak boleh berdusta.
Selama pantangan ini dijaga, pernikahan mereka berlangsung damai dan harmonis.
Pada suatu waktu, dusun Ulak Bandung diserang oleh orang Silam dari ujung negeri Resam, yaitu kelompok orang-orang buangan yang sakti dan tidak terlihat.
Serangan ini menimbulkan banyak korban jiwa di dusun Ulak Bandung.
Sebagai panglima, Kimas Bunang turun tangan melawan orang Silam, meski pihak penyerang adalah keluarga istrinya.
Kimas Bunang memiliki kemampuan menghilang dan bahkan dapat membuat seluruh dusun Ulak Bandung tak terlihat dengan menutupi pinggiran dusun menggunakan sayak atau kulit kelapa.
Tradisi menutupi pinggiran dusun dengan sayak masih dilakukan hingga kini sebagai bentuk penghormatan dan untuk mencegah gangguan dari makhluk halus atau “orang bunian”.
Suatu hari, ketika hendak berangkat untuk melawan orang Silam yang menyerang Ulak Bandung, putra Kimas Bunang menangis dan bertanya ke mana ayahnya akan pergi.