Salah satu temuan yang signifikan adalah kebijakan impor yang diputuskan tanpa rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Langkah ini menimbulkan potensi ketidakselarasan antara kebutuhan nasional dengan volume impor yang diizinkan, sehingga berpotensi merugikan petani lokal.
2. Impor Tanpa Persetujuan Kementerian Teknis
BACA JUGA:Kasus Pembunuhan Yongki Ariansyah Memasuki Babak Baru : Polres Ogan Ilir Tetapkan Satu Tersangka !
Dalam beberapa kasus, izin impor diberikan tanpa mendapatkan persetujuan dari Kementerian Pertanian sebagai kementerian teknis yang memahami kebutuhan pangan dalam negeri.
Hal ini dapat berakibat pada masuknya komoditas yang sebenarnya tidak dibutuhkan atau justru menambah kelebihan pasokan di dalam negeri.
3. Impor Tanpa Data Kebutuhan yang Valid
Impor juga kerap dilakukan tanpa dukungan data kebutuhan yang akurat, serta dokumen pendukung yang memadai.
Kebijakan seperti ini rawan disalahgunakan dan membuka peluang bagi pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan pribadi.
4. Impor Melebihi Tenggat Waktu
Seringkali, impor dilakukan melebihi tenggat waktu yang sudah ditentukan.
Hal ini tidak hanya menambah jumlah pasokan pangan dalam negeri di saat yang tidak tepat, tetapi juga berdampak pada fluktuasi harga yang tidak sehat di pasar lokal.
Dengan adanya penetapan tersangka pada Tom Lembong, Khudori menekankan pentingnya pemeriksaan yang lebih luas terhadap semua kasus impor pangan.
Menurutnya, hanya dengan pemeriksaan menyeluruh, Kejaksaan Agung dapat menghindari tudingan tebang pilih dan memastikan bahwa kebijakan impor yang berpotensi merugikan negara bisa segera diperbaiki.
“Pemeriksaan menyeluruh adalah langkah penting agar Kejagung tidak dicap melakukan diskriminasi atau tebang pilih. Kami mendukung penuh Kejagung untuk membongkar semua kasus yang melibatkan aparat, pejabat, atau pihak-pihak yang memanfaatkan impor untuk kepentingan pribadi,” tambah Khudori.