Sementara itu, cabai merah keriting naik hingga 19,12 persen atau Rp8.690 menjadi Rp54.150 per kg.
Kenaikan harga ini menunjukkan betapa rentannya pasar pangan terhadap perubahan cuaca, biaya produksi, dan kondisi pasar lainnya.
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional telah menyadari situasi ini dan berusaha mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan harga pangan.
Salah satu langkah yang diambil adalah meningkatkan pasokan dari daerah-daerah yang masih memiliki stok cabai berlebih.
Pemerintah juga berencana untuk mengimpor beberapa komoditas pangan jika situasi tidak kunjung membaik.
Namun, kebijakan ini mendapat kritik karena dianggap dapat merugikan petani lokal dan menciptakan ketergantungan pada pasokan luar negeri.
Selain itu, pemerintah juga mendorong program diversifikasi pangan dengan memperkenalkan tanaman alternatif yang dapat diproduksi secara lokal dan memiliki potensi pasar yang tinggi.
Upaya ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas tertentu yang sering mengalami fluktuasi harga.
Misalnya, pengembangan tanaman hortikultura lainnya seperti paprika, tomat, dan sayuran daun yang dapat menjadi alternatif bagi masyarakat.
Di lapangan, masyarakat dan pedagang merespons kenaikan harga ini dengan berbagai cara.
Beberapa konsumen mulai menanam cabai di pekarangan rumah mereka sebagai langkah antisipatif terhadap kenaikan harga yang tidak terduga.
Gerakan urban farming ini semakin populer di kota-kota besar sebagai bentuk ketahanan pangan skala kecil.
Selain itu, beberapa komunitas juga mengadakan pasar murah untuk menyediakan cabai dan bahan pangan lainnya dengan harga yang lebih terjangkau.
Pedagang di pasar tradisional dan supermarket besar juga mulai mengubah strategi penjualan mereka.
Beberapa di antaranya menawarkan diskon atau paket hemat untuk menarik konsumen.
Meskipun demikian, daya beli yang menurun tetap menjadi tantangan besar, terutama bagi pedagang kecil yang bergantung pada penjualan harian.