KORANPALPOS.COM - Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak, KH Ahmad Hudori, mengklarifikasi tentang fenomena sumpah pocong yang belakangan ini menjadi perhatian publik.
Menurut KH Ahmad, sumpah pocong tidak memiliki dasar dalam ajaran agama Islam dan lebih merupakan bagian dari kearifan lokal yang berkembang di beberapa daerah di Indonesia.
Dalam wawancara eksklusif dengan ANTARA, KH Ahmad menjelaskan bahwa sumpah pocong tidak diatur dalam ajaran Islam.
"Yang ada dalam Islam adalah sumpah biasa menggunakan kalimat demi Allah atau billahi maupun tallahi," kata KH Ahmad saat dihubungi di Rangkasbitung, Lebak, Sabtu (10/8).
Sumpah pocong, menurut KH Ahmad, merupakan sebuah praktik tradisional yang digunakan dalam beberapa komunitas sebagai upaya untuk mencari kebenaran dan keadilan, terutama dalam kasus sengketa atau fitnah.
Ritual ini biasanya melibatkan penggunaan atribut pocong, di mana seseorang akan berbaring seperti jenazah, dikafani, dan kemudian dimandikan dengan minyak wangi untuk mengingatkan akan kematian.
Fenomena sumpah pocong mendapat sorotan publik setelah Saka Tatal menjalani ritual tersebut di Padepokan Agung Amparan Djati, Desa Lurah, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Jumat (9/8).
Praktik ini mengundang perhatian karena melibatkan simbol-simbol kematian dan kearifan lokal dalam upaya mencari keadilan.
KH Ahmad menjelaskan bahwa meskipun sumpah pocong mungkin dianggap sah oleh masyarakat dalam konteks lokalnya, praktik tersebut tidak memiliki landasan dalam ajaran agama Islam.