Hal ini membuka peluang untuk mendapatkan nilai ekonomi karbon dan terbukanya potensi multi sources multi storage untuk CCS.
Saleh melanjutkan bahwa potensi multi sources multi storage untuk CCS akan memerlukan banyak pipa sebagai aksesnya.
Untuk menurunkan biaya CCS, pipa yang digunakan harus open access.
BACA JUGA:Selamat kepada Pemilik Nomor HP Ini ! Bisa Dapat Saldo DANA Gratis Rp200.000 Hari Ini !
“Jika menggunakan pipa open access dengan lokasi lapisan saline aquifer yang sama, akan berpotensi menurunkan biaya CCS. Salah satu tugas BPH Migas adalah menentukan tarif toll untuk pipa transmisi gas. Jadi, kami juga harus bersiap mendukung pengembangan CCS ini,” katanya.
Saat ini terdapat 70 ruas transmisi gas yang digunakan untuk mengangkut gas di seluruh Indonesia.
Di setiap ruas tersebut, terdapat pipa yang pemanfaatan pengangkutan gasnya mencapai 60 persen, tetapi ada pula di bawah 30 persen.
Artinya, masih banyak ruang yang dapat dimanfaatkan untuk pengangkutan, termasuk hasil dari teknologi CCS.
Peluang pengembangan CCS di Indonesia cukup besar meski terdapat tantangan yang harus dihadapi, yaitu penguatan aspek regulasi dan keteknikan, seperti penentuan lokasi CCS, pemantauan, pelaporan, verifikasi, dan sertifikasi hasil pelaksanaan kegiatan CCS, serta aspek kelembagaan untuk pengembangan hub CCS.
Selain itu, dukungan fiskal dan nonfiskal dalam pengembangan CCS/CCUS (carbon capture utility and storage) sangat penting dalam konteks pencapaian target NZE Indonesia.
Tantangan lainnya adalah pemanfaatan nilai ekonomi karbon yang membutuhkan pendekatan G to G untuk mendapatkan captive market, selain melalui mekanisme bursa karbon yang lebih bersifat B to B.
Kepala Badan Geologi Mohammad Wafid menyampaikan bahwa Badan Geologi selama ini telah berperan penting dalam eksplorasi formasi bebatuan yang menjadi batuan reservoir.
Kini, menyusul pemanfaatan teknologi CCS dan CCUS, Badan Geologi dihadapkan pada tantangan baru untuk menemukan dan mendata formasi batuan yang memiliki potensi besar dalam penyimpanan karbon.
Badan Geologi sedang melakukan inventarisasi untuk menghitung potensi CCS di Indonesia, terutama pada cekungan sedimen frontier yang selama ini belum terdapat aktivitas signifikan.
“Pengambilan data lapangan secara sistematis dimulai dengan pengambilan data di Pulau Jawa pada tahun lalu. Kemudian, pada tahun ini, kegiatan dilakukan di Pulau Sumatera dan selanjutnya terus akan dilakukan ke wilayah-wilayah lain di Indonesia, yang nantinya diharapkan dapat melengkapi data terkait potensi CCS di Indonesia berupa Atlas Potensi CCS di Indonesia,” jelasnya.