Di Lubuklinggau sendiri, berita proklamasi baru diterima pada tanggal 19 Agustus 1945.
Raden Ahmad Abusamah, seorang Bunshu-tyo Dairi (Wakil Bupati Jepang) di daerah tersebut, mendengar berita penting ini pada sore hari yang sama.
Sosok Raden Ahmad Abusamah, yang didukung oleh rakyat dan pemuda pejuang, segera bertindak.
BACA JUGA:Asal Usul dan Sejarah Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan : Legenda Linggau dan Dayang Torek !
Pada sore hari itu, di kediamannya di Talang Bandung Kiri, mereka berkumpul dan mendesak Bunshu-tyo Swada menyerahkan kekuasaan kepada bangsa Indonesia dari tangan Jepang.
Pengambilalihan kekuasaan ini berhasil dilakukan atas nama pemerintahan Republik Indonesia untuk wilayah Bunshu Musikami Rawas, yang kemudian berubah namanya menjadi Kabupaten Musi Ulu Rawas.
1. Pengibaran Bendera Merah Putih
Sebagai simbol kemenangan dan semangat kemerdekaan, atas nama pemerintahan Kabupaten Musi Ulu Rawas, bendera Merah Putih dikibarkan di City Square (alun-alun kota) untuk pertama kalinya.
City Square ini kemudian dikenal oleh masyarakat Lubuklinggau sebagai Lapangan Merdeka.
Pengibaran bendera ini disambut dengan penuh semangat dan kegembiraan oleh warga masyarakat.
Mereka juga mengibarkan bendera Merah Putih di depan rumah-rumah mereka, sambil berteriak 'merdeka' dengan penuh antusias.
2. Pembentukan Tentara Nasional Indonesia
Memasuki masa revolusi fisik kemerdekaan, status Lubuklinggau sangat penting karena menjadi pusat kedudukan militer Divisi VIII/Garuda untuk wilayah Sumatera bagian Selatan, yang mencakup Palembang, Bengkulu, Jambi, dan Lampung.
Setelah pemerintahan RI menyatakan untuk menyatukan seluruh unsur militer antara lain Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan Laskar Rakyat, seluruh unsur TRI dan Laskar Rakyat dalam Divisi VIII/Garuda di Sumatera Selatan menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Kegiatan penyatuan TRI dan Laskar menjadi TNI ini dilakukan di Lapangan Merdeka.