PP Nomor 21 Tahun 2024 Bagaikan Buah Simalakama bagi Pekerja

ilustari karyawan swasta di sektor perkebunan kelapa sawit. Foto : Tangkpan layar DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI (EBTKE)--

MUSI RAWAS, KORANPALPOS.COM - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang resmi ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Mei 2024, menuai pro dan kontra. 

Pasalnya dengan diterapkannya aturan tersebut, pekerja seakan dipaksa menelan buah simalakama. 

Disatu sisi, para pekerja setuju dengan adanya tabungan perumahan rakyat, karena itu dinilai dapat menjadi jaminan ke depan bagi pegawai yang memasuki masa pensiun bisa lebih tenang karena akan memiliki rumah sendiri. 

Namun di sisi lain, pekerja juga merasa keberatan karena gaji Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Provinsi (UMP) yang kenaikannya tidak seberapa harus kembali dipotong untuk tapera, dan berbagai potongan lain yang sebelumnya sudah ada seperti BPJS dan lainnya. Sementara kebutuhan dasar terus meningkat. 

BACA JUGA:Tindak Lanjuti Laporan Masyarakat, Bawaslu Pertanyakan Pelantikan 265 ASN

BACA JUGA:Pelantikan 265 Pejabat Tidak Berkaitan Dengan Politik

Seperti yang diungkapkan Munir salah satu karyawan perkebunan di Kabupaten Musi Rawas (Mura), Suamtera Selatan (Sumsel). 

"Seharusnya pemerintah menaikkan gaji karyawan sesuai dengan yang diajukan  sebelumnya, sehingga saat ada pemotongan untuk Tapera, tidak terasa begitu memberatkan bagi karyawan," katanya. 

Senada dikatakan Suryadi, karyawan perekebunan di daerah yang sama. Karyawan tentu mendukung kebijakan tersebut jika memang untuk kesejahteraan pekerja. Hanya saja, kebutuhan ekonomi dengan penghasilan yang ada belum bisa mensejahterahkan karayawan.

Sehingga jika tabungan perumahan rakyat tersebut di potong dari gaji karyawan akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan atau biaya hidup setiap bulannya, terlebih kenaikan UMR atau UMP masih jauh dari harapan untuk mensehaterahkan karyawan.

BACA JUGA:Penjabat Walikota Prabumulih Tegaskan Kasus Perselingkuhan 15 ASN Adalah Fakta !

BACA JUGA:Wabub Ardani Apresiasi Peran Serta Perempuan Serta Kukuhkan PEKKA

"Harus ada kebijakan dari pemerintah berupa subsidi,  sehingga bisa meringankan beban karyawan artinya ada persentase yang disubsidi oleh Pemerintah misalnya  nilai objek yang harusnya 100 persen maka tabungannya ditanggung 70 persen oleh pekerja dan 30 persen subsidi pemerintah," katanya. 

Anggap saja, tambah Suryadi, tabungan tersebut ada semacam investasi. Ibarat investasi tentu ada bagi hasil dari tabungan pekerja itu sendiri. "Jangan sampai rakyat yang dibabkan untuk menyisihkan biaya pembangunan dengan cara menabung tapi para pejabat malah menikmati hasilnya," ketus pekerja di sektor perkebunan ini. (yat)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan