Pacuan Kuda Lumpur Dompu
Pacuan kuda lumpur tradisi di Dompu Nusa Tenggara Timur--
MOMEN pascapanen raya di Dompu lahan persawahan berubah menjadi lintasan balapan kuda atau pacuan kuda.
Peristiwa ini hanya terjadi setahun sekali.
Lahan-lahan sawah yang kering sengaja dibuat berlumpur dengan cara membendung sungai dan mengalirkan airnya ke persawahana untuk area lintasan balap.
Pacoa jara kali ini berbeda dengan balapan kuda di lintasan kering dan keras yang rutin digelar dua kali dalam setahun.
BACA JUGA:Kampung Batik Solo Rasakan Dampak Piala Dunia U-17
Tingginya animo dari para pemilik atau pehobi kuda balap untuk berkompetisi menyebar tidak hanya dari kawasan kota atau kabupaten di Pulau Sumbawa (Sumbawa Barat, Sumbawa Besar, Dompu dan Bima), namun juga menyebar hingga Pulau Lombok dan Sumba di Nusa Tenggara Timur.
Iming-iming hadiah balapan kuda ini pun beragam, mulai dari hewan ternak sapi hingga sepeda motor.
Tak mau kalah dari yang dilombakan di lintasan balap kering, kelas atau kategori kuda yang dilombakan dalam pacuan kuda lumpur ini pun terdiri dari beberapa tingkat.
BACA JUGA:DPRD Palembang-Pemkot Setujui Bersama APBD Tahun Anggaran 2024
Mulai dari yang disebut kelas TK A, TK B, OA, OB, Harapan A dan B, Tunas A, B dan C, hingga kelas Dewasa A sampai E.
Kategorisasi ditentukan berdasarkan umur, tinggi dan gigi kuda.
Terlepas dari isu joki anak yang mencuat beberapa waktu terakhir, balapan yang menjadi tradisi dan budaya di kawasan ini terus meningkat pesertanya.
Pada tahun 2023, menurut Iman salah satu pengurus kuda dari stable atau kandang Angin Laut, pacoa jara yang digelar di wilayah Monta Baru, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu ini diikuti ratusan kuda berbagai stable dari dua provinsi.
BACA JUGA:4 Stadion Kebanggan Indonesia Siap Gelar Piala Dunia U-17