Zero ODOL dan Jalan Panjang Menuju Keadilan Logistik

Dari balik deru mesin truk dan panas aspal, lahir perjuangan panjang menuju keadilan logistik Indonesia. Zero ODOL bukan sekadar aturan, tapi ujian kebijaksanaan dalam menjaga keseimbangan antara keselamatan, efisiensi, dan kemanusiaan-Foto : Istimewa-

Namun, antara angka di meja rapat dan realitas di jalan raya, terdapat jurang yang sering tak dijembatani.

Di situlah pelaku usaha berharap, kebijakan disusun tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga dengan empati terhadap pelaksana di lapangan.

Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menyadari tantangan tersebut. Ia kini membentuk tim teknis lintas sektor untuk menampung aspirasi dan menyiapkan skema penerapan bertahap.

“Kebijakan harus bisa diterapkan secara realistis, tidak hanya ideal di atas kertas,” ujarnya.

Masalah tak berhenti di soal muatan. Gemilang Tarigan juga menyoroti ketidakpastian ketersediaan solar bersubsidi bagi truk angkutan barang.

“Yang kami butuhkan itu kepastian. Kalau BBM-nya tidak ada, bagaimana truk bisa jalan?” katanya.

Satu truk yang berhenti di jalur logistik ibarat satu pembuluh darah yang tersumbat dalam tubuh ekonomi.

Jika banyak yang berhenti, distribusi nasional bisa lumpuh.

Masalah lain datang dari regulasi baru mengenai sertifikasi halal logistik.

Aptrindo menolak bukan karena menentang prinsip halal, tetapi karena secara operasional, truk hanya mengangkut barang tanpa menentukan isi muatannya.

“Kami hanya mengangkut, bukan memproduksi. Jadi halal tidaknya itu tanggung jawab pemilik barang,” tegas Gemilang.

Kritik ini menyiratkan bahwa birokrasi kerap menambah beban tanpa memperhitungkan fungsi dasar pelaku usaha.

Persoalan sinkronisasi kebijakan juga mencuat di daerah. Salah satu contoh adalah Surat Edaran Gubernur Bali I Wayan Koster Nomor 9 Tahun 2025, yang melarang produksi dan penjualan air minum dalam kemasan di bawah satu liter.

Tujuannya baik — mengurangi sampah plastik. Namun cara penyampaiannya memicu kebingungan. Banyak produsen kecil waswas karena ancaman pencabutan izin, meski Menteri Hukum Supratman Andi Agtas telah menegaskan bahwa surat edaran bukan perangkat hukum yang bersifat memaksa. “Itu hanya imbauan,” ujarnya.

Deputi Bidang Koordinasi Industri, Ketenagakerjaan, dan Pariwisata Kemenko Perekonomian, Mohammad Rudy Salahuddin, menegaskan pentingnya sinkronisasi kebijakan nasional dan daerah.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan