RUU Haji Disetujui, Kementerian Haji dan Umrah Segera Terbentuk

Supratman Andi Agtas, Menteri Hukum-Foto : ANTARA-
Dengan begitu, Indonesia dapat menyesuaikan kebijakan lebih cepat dan memastikan kuota maupun fasilitas yang diberikan sesuai dengan kebutuhan jamaah.
Maman menambahkan kehadiran kementerian baru ini merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat sekaligus tuntutan modernisasi tata kelola haji dan umrah.
"Pemerintah ingin memastikan tidak ada lagi jamaah yang berangkat tanpa kepastian layanan dan seluruh proses dilakukan transparan, akuntabel, serta berpihak pada jamaah," tuturnya.
Selain menyangkut aspek teknis dan pelayanan, revisi undang-undang ini juga menekankan pentingnya evaluasi pascapenyelenggaraan haji.
DPR meminta agar laporan penyelenggaraan disampaikan maksimal 30 hari setelah musim haji berakhir sehingga catatan dan masukan dari jamaah dapat segera ditindaklanjuti untuk perbaikan pada tahun berikutnya.
Sedangkan, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas memaparkan sejumlah poin-poin kesepakatan yang berhasil dicapai dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
"Perkenankan kami menyampaikan beberapa hal yang telah disepakati dalam pembahasan RUU ini," kata Supartman saat menyampaikan pendapat akhir presiden terhadap RUU Haji dan Umrah pada Rapat Paripurna ke-4 DPR RI Masa Sidang I Tahun Sidang 2025-2026 di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/08/2025).
Pertama, penguatan kelembagaan dari Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi kementerian yang menyelenggarakan sub-urusan pemerintahan haji dan umrah sebagai penyelenggara dan yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
Kedua, mewujudkan ekosistem haji dan umrah melalui pembentukan satuan kerja dan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum, serta kerja sama dengan pihak terkait.
Ketiga, pengaturan kuota haji untuk petugas haji yang terpisah dari kuota haji Indonesia.
Berikutnya, jelas Menkum, penambahan kuota haji tambahan; pengaturan pemanfaatan sisa kuota; pengaturan pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji khusus yang mendapatkan visa haji nonkuota.
Lalu, pengaturan tanggung jawab pembinaan ibadah haji dan kesehatan terhadap jamaah haji, mekanisme peralihan pascaperubahan Badan Penyelenggara Ibadah Haji menjadi kementerian.
"Sembilan, penggunaan sistem informasi kementerian dalam penyelenggaraan haji dan umrah," katanya.
Supratman menegaskan bahwa pelaksanaan ibadah haji dan umrah merupakan hak warga negara Indonesia pemeluk agama Islam untuk beribadah sekaligus menjadi tanggung jawab negara, yang pelaksanaannya dijamin sebagai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Tanggung jawab negara untuk pemenuhan hak menunaikan ibadah haji dan umrah sebagai hak asasi manusia diwujudkan dengan memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan bagi warga negara Indonesia yang menunaikan ibadah haji dan umrah agar dapat dilaksanakan secara aman, nyaman, tertib, dan sesuai dengan ketentuan syariat," katanya.