Waspada! Serangan Siber Naik Tajam

Deputi III BSSN Sulistyo saat memaparkan materi pada kegiatan pembinaan tata kelola keamanan siber dan sandi di Sorong, Papua Barat Daya-Foto : ANTARA-

Berdasarkan hasil analisis BSSN terhadap insiden malware, ditemukan tiga penyebab utama yang paling sering terjadi, yakni penggunaan perangkat lunak bajakan, lisensi perangkat lunak yang tidak diperpanjang, dan tidak adanya antivirus aktif pada sistem.

"Masih banyak yang menggunakan software ilegal atau tidak memperpanjang lisensi. Ini membuat sistem rentan terhadap virus dan akses ilegal oleh peretas," ucapnya.

BACA JUGA:Provinsi Pertama dengan Posbakum Seluruh Desa

BACA JUGA:Pemprov Pacu Pertumbuhan Ekonomi Hijau

Ketika sistem BSSN mendeteksi potensi serangan dari alamat IP tertentu, kata Sulistyo, notifikasi biasanya dikirimkan ke instansi atau organisasi terkait.

Namun, hanya sekitar 27–29 persen yang memberikan tanggapan atau melakukan validasi terhadap laporan tersebut.

"Ini bukan soal teknis semata, tapi soal kesadaran dan tanggung jawab. Data yang dikelola itu bukan hanya milik institusi, tetapi milik masyarakat," jelasnya.

Ia menambahkan membangun sistem keamanan siber bukan hanya tugas pemerintah pusat atau BSSN, melainkan tanggung jawab bersama, termasuk di level pemerintah daerah dan organisasi pelayanan publik.

BACA JUGA:Karang Taruna Sumsel Ukir Sejarah

BACA JUGA:Sidang UU Hak Cipta di MK Jadi Ruang Karaoke

Tiga langkah kunci yang harus dilakukan oleh setiap instansi, yakni identifikasi semua aset digital, proteksi sistem dengan perangkat legal dan antivirus serta deteksi, dan pantau aktivitas anomali secara berkala.

"Jika instansi menerima notifikasi dari Kominfo atau BSSN terkait malware pada sistem atau IP tertentu, disarankan untuk segera merespons, melakukan validasi, dan mengambil langkah korektif," tambahnya.

Sementara itu, Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja menegaskan bahwa mencegah kejahatan siber membutuhkan kesadaran kolektif dan kemampuan masyarakat dalam membangun sikap antisipatif terhadap perkembangan teknologi digital yang sangat cepat.

"Tidak ada teknologi yang benar-benar aman karena mayoritas pengguna hanya berperan sebagai konsumen dan tidak memahami isi maupun risiko dari sistem yang digunakan," kata Ardi dalam diskusi membahas kejahatan siber di Jakarta.

Ia menjelaskan bahwa pendekatan yang disebut centric awareness sangat penting dalam membangun budaya keamanan digital.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan