Waspada! Serangan Siber Naik Tajam

Deputi III BSSN Sulistyo saat memaparkan materi pada kegiatan pembinaan tata kelola keamanan siber dan sandi di Sorong, Papua Barat Daya-Foto : ANTARA-
Konsep ini menekankan pada kepekaan individu dan institusi untuk mengenali ancaman siber dan memiliki kemampuan untuk merespons sebelum serangan terjadi.
Menurut Ardi, kecanggihan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) juga telah dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk membuat penipuan yang sulit dideteksi, seperti menggunakan wajah palsu atau suara tiruan.
Bahkan aplikasi berbasis deepfake kini tersedia secara luas di toko aplikasi, membuat publik semakin rentan.
Tidak hanya itu, Ia juga menyoroti pentingnya simulasi dan latihan penanganan insiden siber.
“Banyak rencana hanya di atas kertas. Ketika insiden terjadi, malah bingung sendiri karena tidak pernah dilatih,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ardi menekankan bahwa ruang digital yang disebutnya sebagai 'mayantara' ibarat hutan belantara yang penuh predator tak dikenal.
Oleh sebab itu, pengguna perlu memiliki helicopter view atau pemahaman menyeluruh terhadap ekosistem digital yang mereka masuki.
Ia menyebut, semua teknologi punya kerentanan, dari IoT sampai mobil listrik.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya untuk sadar dan terus belajar membangun sistem pertahanan siber berbasis edukasi dan kesiapsiagaan.
Ardi juga mengajak masyarakat dan institusi untuk tidak hanya memanfaatkan teknologi tanpa memahami bagaimana sistem tersebut bekerja.
Ia menilai bahwa banyak kejahatan siber terjadi karena kelengahan pengguna yang tidak menyadari bahwa teknologi yang mereka gunakan membawa risiko tinggi.
“Teknologi berubah dalam hitungan detik. Kejahatan juga ikut bertransformasi. Yang tidak berubah hanyalah niat jahat manusia. Maka kita harus lebih siap dari sekarang,” pungkasnya.
Terpisah, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melalui Direktorat Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik menekankan pentingnya mitigasi dan sistem cadangan (backup) dalam menghadapi ancaman kejahatan siber.
"Mitigasi dan backup bukan lagi pilihan, tetapi keharusan dalam rangka menghadapi ancaman kejahatan siber yang semakin kompleks dan canggih," kata Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Teguh Arifiyadi dalam sebuah forum tentang keamanan digital di Jakarta.
Teguh menyampaikan bahwa hampir setiap orang di Indonesia pernah mengalami atau setidaknya menjadi target upaya penipuan digital, mulai dari SMS palsu hingga serangan rekayasa sosial (social engineering).