Skandal Mafia Tanah Tol Tempino–Jambi Terungkap: Asisten 1 Muba, Pensiunan BPN Terancam 5 Tahun Penjara

Sidang kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan proyek jalan tol Tempino–Jambi. -Foto : Romi Rivano-
KORANPALPOS.COM – Kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan proyek jalan tol Tempino–Jambi kembali mencuat setelah sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri Palembang.
Dua dari Tiga tokoh utama yang diduga terlibat dalam praktik mafia tanah Asisten 1 Muba berinisial YH, pensiunan BPN AM, resmi diadili atas tuduhan permufakatan jahat dalam pemalsuan administrasi pengadaan tanah.
Kepala kejaksaan Negeri Musi Banyuasin Aka Kurniawan SH MH melalui Kasi Intel Kejari Muba Abdul Harris Augusto SH MH dalam rilisnya mengatakan sidang dimulai pukul 09.30 WIB dengan agenda pembacaan dakwaan.
"Dimana Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin yakni,Hendy, SH,Dhea Oina Savitri, S.H,Samuel Ivander Aritonang, SH.
BACA JUGA:Ogan Ilir Kembali Raih WTP dari BPK Atas Laporan Keuangan Tahun 2024
BACA JUGA:Pembangunan Lanjutan GSC OKUT Mangkrak, Dugaan Indikasi Korupsi Mencuat
Dwi Nurfa Reni, SH menetapkan dakwaan berdasarkan Pasal 9 Jo Pasal 15 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ketiga terdakwa diancam pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp250 juta." Jelasnya
Lanjut ada fakta mencengangkan terungkap di persidangan didalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Fauzi Isra, terungkap bahwa YH adalah anak angkat dari HA, yang merupakan tokoh pengusaha ternama di Sumatera Selatan.
"Dengan loyalitas tinggi, YH bahkan memaksa kepala desa menandatangani surat penguasaan fisik tanah milik HA—meski kepala desa menolak karena sadar akan risiko hukum." Jelasnya.
Diketahui AM, yang merupakan mantan pegawai BPN Muba, juga berperan besar.
BACA JUGA:Polsek Keluang Laksanakan Sosialisasi kepada Pelaku Ilegal Driling, Ini Isi Imbauannya
BACA JUGA:Pimpin Rakor Forkopimda, Walikota Prabumulih: Ketahanan Pangan Ini Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Ia disebut membantu menyusun dokumen fiktif dan melakukan pengukuran atas lahan yang sebenarnya berada di kawasan hutan suaka margasatwa.
Aksi ini dilakukan untuk mengklaim ratusan hektare tanah sebagai milik pribadi HA dan mengajukan ganti rugi kepada negara.