Asupan Protein Hewani Penting Dalam Penanganan Obesitas Anak

Dr. dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K) menyampaikan keterangan seusai menjalani ujian terbuka promosi doktor di Jakarta pada Selasa (20/05/2025).-Foto : ANTARA-
BACA JUGA:Jamur Kancing: Khasiat, Manfaat, dan Potensi Ekonomi yang Menjanjikan
Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa berkembang menjadi sindrom metabolik, yakni kumpulan gejala yang mencakup tekanan darah tinggi, kadar gula darah abnormal, resistensi insulin, serta kolesterol tinggi.
“Kalau tidak ditangani dengan tepat sejak dini, anak-anak obesitas berisiko besar menderita diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan gangguan metabolik lain saat dewasa,” ujarnya mengingatkan.
Oleh karena itu, Prof. Piprim merekomendasikan pendekatan yang lebih komprehensif, yakni dengan pengaturan pola makan serta peningkatan aktivitas fisik.
Salah satu pendekatan yang disarankan oleh Prof. Piprim untuk anak-anak yang sudah mengalami obesitas adalah Modified Atkins Diet (MAD), yaitu versi ringan dari diet ketogenik yang sangat rendah karbohidrat namun tanpa pembatasan protein dan lemak.
“Ini sudah terbukti efektif untuk sindrom metabolik. Diet ini tidak hanya menurunkan berat badan, tapi juga memperbaiki tekanan darah, kadar gula darah, dan profil lipid,” paparnya.
Dalam pola diet ini, karbohidrat dikurangi drastis, sementara anak tetap diberi asupan protein dan lemak yang cukup.
Misalnya, sarapan pagi tidak perlu nasi, roti, atau sereal manis, tetapi diganti dengan telur, keju, atau daging.
Namun, ia menekankan bahwa diet MAD hanya digunakan sebagai terapi jangka pendek, sekitar tiga bulan, dan harus dibarengi dengan aktivitas fisik teratur.
Setelah berat badan anak kembali ke kisaran normal, pola makan bisa disesuaikan kembali sesuai preferensi anak, tentunya tetap menghindari pola makan tinggi gula dan karbohidrat olahan.
Prof. Piprim juga menyayangkan masih adanya anggapan di masyarakat bahwa anak-anak bisa tumbuh sehat hanya dengan makanan nabati atau pola makan vegetarian.
“Anak-anak bukan orang dewasa mini. Mereka dalam masa pertumbuhan pesat dan sangat membutuhkan asam amino esensial dari hewani. Kalau orang tua hanya kasih tahu, tempe, dan sayur, itu tidak cukup. Harus ada daging, telur, ikan, atau susu,” tegasnya.
Menurut dia, pola makan tanpa protein hewani rentan membuat anak mengalami defisiensi zat gizi mikro, seperti vitamin B12, zat besi heme, dan zinc, yang hanya terdapat pada sumber hewani.
Defisiensi ini bisa memicu stunting dan gangguan kognitif.
Salah satu cara jitu untuk mencegah obesitas anak adalah melalui edukasi gizi kepada orang tua dan masyarakat luas. Prof. Piprim menggarisbawahi perlunya meningkatkan literasi gizi di tingkat keluarga, khususnya tentang pentingnya komposisi makanan yang seimbang.