Tuntut Keadilan Tarif : Driver Ojol Desak UU Transportasi Online !

Aksi damai para driver Ojek Online (Ojol) menuntut peningkatan nasib mereka-Foto : ANTARA-
Sebab, para Ojol R2 harus mendapat pemotongan biaya aplikasi 15-20 persen, hal ini berbeda dengan pengemudi R4 yang mendapat keringanan potongan hanya 5 persen.
"Apabila aplikator melanggar, pemerintah dapat menutup kantornya. Maka dari itu kita hari ini memastikan tuntutan kita sampaikan ke DPRD Sumsel," ujarnya.
Hal lainnya yang diminta driver Ojol keadilan soal tarif dan biaya pemotongan yang diterima para pengemudi.
Sebab menurut para Ojol, semua bekerja memeras keringat setiap hari sehingga tidak adil jika ada aplikator yang membedakan tarif potongan yang diterima mereka.
"Selama ini kita dimanfaatkan sebagai iklan berjalan dengan memakai rompi aplikator. Tetapi hak-hak dan aspirasi kita tidak pernah didengar," katanya.
Terkait aksi para driver Ojol tersebut, Kasubag Aspirasi DPRD Sumsel, Selvi Ariana yang menemui massa aksi.
Dia menyebut jika aspirasi yang disampaikan Aliansi Ojol Palembang Bersinergi akan diteruskan ke DPRD Sumsel.
"Rilis akan kami sampaikan dan teruskan ke pimpinan DPRD Sumsel. Kemudian akan kami sampaikan ke DPR RI," ucapnya.
Di sisi lain, aksi unjuk rasa nasional yang dilakukan ribuan driver Ojek Online (Ojol) turut menarik perhatian masyarakat pengguna layanan tersebut.
Di Palembang, sejumlah warga menyatakan dukungannya terhadap tuntutan para driver yang meminta keadilan tarif, perlindungan hukum, dan regulasi yang berpihak kepada pengemudi.
Sejumlah warga pengguna jasa Ojol menyebut bahwa perjuangan para driver bukan sekadar urusan tarif, melainkan soal keberlangsungan hidup ribuan keluarga yang menggantungkan penghasilan dari layanan transportasi berbasis aplikasi ini.
“Saya setiap hari pakai Ojol buat ke kantor. Kalau tarif dinaikkan secara wajar dan sesuai dengan kebutuhan driver, saya pikir itu sah-sah saja,” ujar Ema, warga Ilir Barat I.
“Mereka kerja panas-panasan, hujan-hujanan, dan kadang penghasilannya kecil sekali. Wajar kalau mereka ingin sistem yang lebih adil," ucapnya.
Aan, warga Kemuning, yang sehari-harinya bekerja di prusahaan swasta menyampaikan bahwa pemerintah seharusnya hadir sebagai penengah dan pembuat aturan yang berpihak pada keadilan.
“Kita sebagai pelanggan juga sebenarnya kasihan kalau tahu driver cuma dapat bayaran kecil dari jarak yang jauh. Kadang saya pesan makanan, bayarnya Rp8.000, padahal jaraknya 6 km. Itu belum termasuk potongan aplikator,” jelas Agus.