Awas ! Produk Makanan Berunsur Babi Beredar

Petugas dari Dinas Perdagangan Sumsel dan BPOM Palembang mengamankan sejumlah barang bukti prodak yang mengandung unsur babi dalam sidak. Insert : Beberapa item prodak yang dilarang karena mengadung unsur babi.-Foto : ANTARA -

“Sebagai umat Muslim, saya tentu membeli produk berdasarkan label halal yang tercantum. Kalau ternyata masih mengandung unsur babi, itu sangat mencederai kepercayaan masyarakat khusus bagi umat muslim,” ujarnya, Kamis (24/4). 

Ia berharap pemerintah, BPOM, dan BPJPH bisa lebih tegas dalam menyeleksi dan mengawasi produk impor yang masuk ke pasar lokal.

“Jangan sampai masyarakat terus menjadi korban karena lemahnya pengawasan. Sertifikasi halal harus benar-benar diuji, jangan hanya formalitas,” tegasnya.

Senada dengan itu, Aisyah, seorang ibu rumah tangga dari Musi Banyuasin yang kerap membeli camilan untuk anak-anaknya, merasa khawatir setelah mendengar berita tersebut.

“Biasanya saya beli marshmallow buat anak-anak karena ada label halalnya. Tapi sekarang malah takut, ternyata bisa saja mengandung babi. Harus ada edukasi juga buat konsumen agar tahu ciri-ciri produk yang diragukan,” ungkapnya.

Ia berharap agar pusat-pusat perbelanjaan lebih aktif dalam menyaring produk yang dijual, serta tidak hanya bergantung pada label yang tertera.

“Mereka juga punya tanggung jawab moral untuk menjaga kepercayaan konsumen, apalagi soal kehalalan,” katanya.

Ali, warga Kota Palembang lainnya meminta agar pemerintah memperkuat regulasi distribusi produk halal, khususnya untuk barang impor.

“Perlu ada regulasi yang ketat di pelabuhan dan perbatasan, serta memperluas cakupan pengawasan di toko-toko retail. Jangan hanya fokus pada sertifikasi, tapi juga uji laboratorium secara berkala,” tuturnya.

Pengamat Hukum, Hendra, SH, angkat bicara.

Ia menilai bahwa kasus ini tidak bisa dianggap enteng karena menyangkut hak konsumen, kepercayaan publik, dan potensi pelanggaran hukum yang serius.

Menurut Hendra, produk yang beredar di pasaran dengan label halal namun terbukti mengandung unsur yang diharamkan dalam Islam merupakan bentuk pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.

“Ini jelas mencederai hak konsumen, khususnya umat Islam. Jika unsur kesengajaan terbukti, maka pelaku bisa dijerat dengan pasal-pasal pidana,” tegasnya.

Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, di mana pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan pernyataan halal dalam label.

“Dalam hal ini, ada unsur penyesatan informasi terhadap konsumen, dan itu bisa dikategorikan sebagai tindak pidana,” katanya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan