Koreksi Bitcoin di Level 80.000 Dolar AS : Peluang bagi Investor ?

Koreksi harga Bitcoin yang mencapai kisaran 80.000 dolar AS justru dapat menjadi peluang bagi investor institusi -Foto : Dokumen Palpos-
KORANPALPOS.COM - Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, menilai bahwa koreksi harga Bitcoin yang mencapai kisaran 80.000 dolar AS justru dapat menjadi peluang bagi investor institusi yang melihat aset ini sebagai instrumen lindung nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian ekonomi.
“Meskipun demikian, altcoin, terutama yang terkait proyek kecerdasan buatan (AI) atau teknologi, mungkin akan lebih rentan mengalami koreksi lebih dalam akibat valuasi yang terlalu optimis dan korelasinya dengan saham-saham teknologi di Amerika Serikat seperti Nvidia,” ujar Fahmi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu 12 Maret 2025
Penurunan harga Bitcoin saat ini mencerminkan adanya penyesuaian portofolio besar-besaran di kalangan investor dan manajer aset, terutama setelah pasar saham Amerika Serikat kehilangan nilai sekitar 4 triliun dolar AS dalam sehari pada perdagangan Senin (10/3).
BACA JUGA:Bitcoin Tembus Rp1,6 Miliar: Apa yang Mendorong Lonjakan Harga Ini ?
BACA JUGA:Harga Bitcoin Anjlok Lebih dari 10 Persen : Apa yang Membuat Pasar Kripto Terkoreksi ?
Tiga indeks saham utama Wall Street, yaitu S&P 500, Nasdaq, dan Dow Jones Industrial Average, masing-masing mengalami penurunan lebih dari 2 persen dalam satu hari tersebut.
Sektor teknologi menjadi yang paling terpukul, dengan indeks S&P 500 sektor teknologi turun 4,3 persen. Apple dan Nvidia masing-masing mengalami penurunan sekitar 5 persen, sementara Tesla melemah lebih dari 15 persen.
Selain itu, Delta Air Lines memotong proyeksi laba akibat ketidakpastian ekonomi, mendorong investor untuk beralih ke aset safe-haven seperti obligasi pemerintah AS.
BACA JUGA: Bitcoin Tembus 107.000 Dolar AS : Cermin Kepercayaan Pasar Global Makin Menguat !
BACA JUGA:Pelaku Crypto Exchange Optimis Bitcoin Tembus 100.000 Dolar AS
Situasi ini berimbas pada pasar kripto, di mana Bitcoin turun sekitar 5 persen dan Ethereum mengalami penurunan lebih dari 10 persen, memperburuk tekanan likuidasi di tengah volatilitas yang tinggi.
Fahmi mengaitkan gejolak ini dengan potensi stagflasi, yaitu kondisi pertumbuhan ekonomi yang melambat, inflasi tinggi, serta ancaman resesi di AS akibat kebijakan impor yang lebih ketat dan pengetatan anggaran pemerintah.
Laporan inflasi Consumer Price Index (CPI) AS yang dirilis pada 12 Maret, serta ancaman shutdown pemerintah, turut menambah ketegangan di pasar.
BACA JUGA:Bitcoin Melonjak 40 Persen di November 2024 : Sentimen Investor Kripto Tetap Kuat !