HPN di Era Digital, ‘Media Instan’ dan Pentingnya Literasi Digital

Ilusrasi HPN.-Foto: Istimewa-
Soal dokumentasi pun, kebenaran lama lebih unggul, karena kebenaran baru bisa editing dan take down, sehingga data pun hilang, sedangkan kebenaran lama yang disimpan di museum pun tidak lekang oleh waktu.
Bahkan fakta historis bisa menjadi bukti dari kebenaran di masa lalu.
BACA JUGA:Nilai Tukar Petani Sumsel Naik 0,45 Persen : Kenaikan Harga Komoditas Jadi Faktor Utama !
Namun, teknologi digital yang menjadi wadah dari kebenaran baru itu tidak selayaknya ditinggalkan atau dilarang, karena kebenaran baru ala framing itu mengandung dua peluang juga yakni peluang mengampanyekan literasi digital dan peluang memanfaatkan tantangannya untuk memantik inovasi konvergensi di dunia media.
Kampanye literasi digital itu sangat penting, karena dunia digital memang memiliki banyak jebakan. Contoh rekayasa digital paling menipu adalah judi daring.
Mereka yang tidak tahu judi daring akan ketagihan terus-menerus hingga kecanduan.
Padahal judi daring sudah merekayasa agar penjudi kalah; hanya menang satu hingga dua kali di awal, setelah itu bisa dipastikan akan kalah terus.
Itu hanya salah satu contoh dari belasan jebakan dunia digital. Untuk jebakan digital yang lebih rinci ada dalam buku "Kesalehan Digital" (2023), yang mengupas 12 jebakan digital, termasuk dalam dunia politik atau agama, seperti jebakan radikal digital.
Umumnya jebakan digital itu bersifat "permainan" logika yang tidak selalu benar, karena ada unsur rekayasa atau framing.
Dalam framing, sesuatu yang salah pun jika diulang-ulang akan dianggap benar. Ya, logika yang menipu/palsu.
Bagi kalangan pers, munculnya platform digital awalnya menimbulkan kegelisahan, karena masyarakat mulai melirik media digital sebagai sarana informasi, sehingga terjadi pergeseran dari media ke gadget, tiba-tiba pemirsa TV hilang.
Namun, ketersisihan media massa yang berdampak secara bisnis itu agaknya tidak berdampak secara konten (akurasi, etika, dokumen).
Pergeseran masyarakat memang akan mengalahkan media massa secara fisik (oplah merosot atau bahkan sekarat), namun secara non-fisik (konten) belum tentu kalah, bahkan menang.
Kuncinya, keunggulan media berbasis fakta harus dikelola secara digital dengan melebur ke dalam dunia media digital/sosial, secara teknis dan konten.