Cukai Rokok untuk Program Makan Bergizi Gratis : Solusi atau Masalah Baru ?
Program makan bergizi gratis di SD Negeri 14 Duren Sawit, Jakarta Timur (Jaktim), Senin (13/1/2025)-FOTO : ANTARA-
Reformasi perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan memperluas basis pajak dapat memberikan tambahan penerimaan negara yang signifikan.
Dengan pendekatan ini, pemerintah tidak perlu mengandalkan sektor kontroversial seperti cukai rokok untuk mendanai program kesehatan.
Achmad juga menekankan pentingnya reformasi struktural dalam pengelolaan anggaran negara untuk memastikan keberlanjutan program-program sosial di masa depan.
Selain Achmad, sejumlah pakar dan organisasi masyarakat sipil juga memberikan pandangan terkait usulan ini.
Beberapa mendukung penggunaan cukai rokok sebagai solusi pragmatis, mengingat besarnya pendapatan yang dihasilkan sektor ini.
Namun, banyak pula yang mengkritik langkah ini sebagai kebijakan reaktif yang hanya menutupi masalah struktural dalam pengelolaan anggaran.
Sementara itu, Irma Suryani menolak usulan untuk menggunakan dana zakat sebagai sumber pendanaan program MBG.
Menurutnya, zakat sudah memiliki peruntukan yang jelas berdasarkan hukum Islam, sehingga tidak dapat digunakan untuk program seperti ini.
Program Makan Bergizi Gratis sendiri dirancang untuk mengatasi masalah gizi buruk dan stunting yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia.
Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6% pada 2023.
Meski angka ini menunjukkan penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, target pemerintah untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 14% pada 2024 masih menghadapi kendala.
Achmad menilai bahwa pemerintah perlu mengambil langkah yang lebih holistik untuk mengatasi masalah ini.
Selain program MBG, peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pola makan sehat dan akses terhadap layanan kesehatan juga harus menjadi prioritas.
Usulan untuk menggunakan cukai rokok sebagai sumber pendanaan program Makan Bergizi Gratis memunculkan dilema etis dan tantangan keberlanjutan.
Di satu sisi, solusi ini tampak sederhana dan praktis, tetapi di sisi lain, ia menghadirkan paradoks moral serta risiko finansial yang tidak dapat diabaikan.