OJK Cabut Izin Usaha 20 BPR/S pada 2024 untuk Memperkuat Industri Perbankan Lokal
OJK mencabut izin usaha 20 BPR/S di 2024 sebagai upaya memperkuat industri perbankan lokal dan melindungi kepentingan nasabah-Foto: Dokumen palpos-
OJK berharap industri BPR/BPRS bisa tetap berintegritas, tangguh, dan mampu bersaing, serta memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah.
Namun, Dian menekankan pentingnya deteksi dini terhadap masalah yang dapat mengancam kelangsungan usaha BPR/S, meskipun status pengawasannya terbilang normal.
BACA JUGA:Agar Tidak Kehabisan ! Begini Cara Pesan Tiket KA untuk Liburan Akhir Tahun
BACA JUGA: BRI Pastikan Layanan Perbankan Aman Selama Libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025
Deteksi awal ini menjadi kunci dalam menjaga stabilitas sektor perbankan, terutama dengan perkembangan industri jasa keuangan yang semakin kompleks.
Pencabutan Izin Usaha
Pada 17 Desember 2024, OJK telah mencabut izin usaha 20 BPR/S yang tidak mampu melanjutkan operasional mereka.
Beberapa BPR/S yang terpengaruh antara lain PT BPR Arfak Indonesia, PT BPR Kencana, PT BPR Pakan Rabaa Solok Selatan, PT BPR Duta Niaga, dan PT BPRS Kota Juang Perseroda, serta banyak bank lainnya di berbagai wilayah Indonesia.
Langkah ini menunjukkan keseriusan OJK dalam menjaga kualitas industri BPR/BPRS, meskipun ada tantangan dan kerugian yang harus ditanggung oleh bank yang terpaksa dihentikan operasionalnya.
Meskipun demikian, hal ini juga diharapkan dapat memperkuat industri secara keseluruhan dengan menyingkirkan bank yang sudah tidak lagi mampu bertahan.
Peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Sementara itu, hingga September 2024, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menangani 15 BPR yang bangkrut dan izin usahanya dicabut. LPS telah mencairkan dana untuk membayar simpanan nasabah dari BPR-BPR yang bangkrut tersebut, dengan total mencapai Rp899,37 miliar.
Dana ini mencakup 108.288 rekening nasabah, dengan 99,23 persen dari rekening tersebut dinyatakan layak untuk dibayar, dengan total simpanan yang dapat dibayar sebesar Rp719,37 miliar.
Dengan langkah ini, OJK dan LPS berupaya memastikan bahwa nasabah yang terdampak mendapatkan kembali hak mereka, sekaligus memperkuat kepercayaan terhadap sektor perbankan Indonesia.
Proses pengawasan yang ketat dan tindakan yang tegas diharapkan dapat menciptakan industri BPR/BPRS yang lebih sehat, berdaya saing, dan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang membutuhkan layanan perbankan lebih inklusif.