Asal Usul dan Legenda Muara Lakitan di Musi Rawas : Kisah Bujang Jawe dan Perjuangan Melawan Suku Pasemah !
Asal usul Muara Lakitan dan legenda Bujang Jawe di Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan-Foto : Dokumen Palpos-
Kemenangan ini tidak hanya memberi identitas baru bagi desa tersebut tetapi juga menyematkan reputasi keberanian bagi kaum perempuan Lakitan yang selalu dikenal tangguh dan berani.
Seiring berjalannya waktu, daerah di sekitar Dusun Lakitan mulai berkembang. Dusun-dusun baru didirikan di sepanjang aliran Sungai Serut.
Ada delapan dusun atau desa yang terbentuk dari Lubuk Pandan hingga Muara Megang. Daerah ini kemudian dikenal sebagai Lembak Lapan, yang berarti delapan desa.
Wilayah ini menjadi bagian dari Marga Sikap Dalam Musi, sebuah struktur pemerintahan tradisional yang ada di daerah tersebut.
Dengan populasi yang semakin bertambah dan wilayah yang semakin luas, para penduduk terus menjaga tradisi dan struktur sosial mereka.
Setiap dusun memiliki pemimpin yang dipilih melalui musyawarah atau melalui struktur yang ditetapkan oleh Belanda.
Keberadaan Marga Sikap Dalam Musi ini menjadi identitas budaya yang kuat bagi masyarakat di sepanjang Sungai Serut.
Pada tahun 1937, masuklah pengaruh kolonial Belanda ke Muara Lakitan.
Kolonial Belanda berupaya memanfaatkan struktur tradisional yang ada untuk memperkuat kendali mereka atas wilayah tersebut.
Mereka memperkenalkan sistem pemerintahan baru, yang mana setiap daerah dipimpin oleh seorang Pesirah atau kepala marga.
Di sinilah muncul tokoh Pangeran Abuleman.
Ia merupakan penduduk dari Desa Pelaweh yang merantau hingga ke Desa Mandi Aur, tempat ia bertemu dengan Pangeran Mukti.
Atas saran Pangeran Mukti, Pangeran Abuleman pun melanjutkan perjalanan ke Desa Muara Lakitan.
Kehadirannya di Muara Lakitan menjadi penting, karena desa ini belum memiliki seorang Pesirah sebagai pemimpin resmi.
Ketika Belanda mengadakan pemilihan untuk memilih Pesirah di Muara Lakitan, Pangeran Abuleman turut serta dalam pemilihan tersebut.