Menjaga Harmoni Rumah Tangga: Ketaatan Istri dan Hak Suami dalam Perspektif Islam
Menjaga Harmoni Rumah Tangga: Ketaatan Istri dan Hak Suami dalam Perspektif Islam. Fhoto : KoranPalpos.com---
Namun, ketaatan ini tidak bersifat mutlak. Jika suami memerintah istri untuk melakukan hal-hal yang melanggar syariat, seperti meninggalkan shalat, atau melakukan perbuatan maksiat lainnya, maka ketaatan dalam hal ini tidak diperbolehkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِ
“Tidak ada ketaatan dalam perkara maksiat. Ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (kebaikan).” (HR. Bukhari no. 7145 dan Muslim no. 1840)
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan,
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ
tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah (HR. Ahmad 1: 131).
BACA JUGA:6 Amalan yang Bukan Hanya Sekadar Ritual, Tetapi Menjamin Tempat Terhormat di Surga Firdaus
BACA JUGA:Menyusuri Keindahan Masjid An-Nur Riau, Ikon Wisata Religi di Pekanbaru : Taj Mahal dari Indonesia !
Ketaatan dan rasa syukur istri terhadap suami sangat penting dalam membangun hubungan yang baik. Kebaikan suami yang diberikan seperti nafkah, perlindungan, dan ketenangan rumah tangga harus disyukuri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لَا تَشْكَرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لَا تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat seorang istri yang tidak berterima kasih kepada (kebaikan) suaminya padahal ia selalu butuh kepada suaminya.” (HR. An-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubra, no. 9086)
Kurangnya rasa syukur istri terhadap suami dapat menyebabkan kemurkaan Allah dan merupakan salah satu penyebab banyaknya wanita yang masuk neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنه ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Neraka telah diperlihatkan kepadaku, ternyata mayoritas penghuninya adalah wanita, mereka mengingkari suami dan mengingkari perbuatan kebaikan. Jika engkau telah berbuat kebaikan kepada seorang wanita (istri) dalam waktu lama, kemudian dia melihat sesuatu (yang menyakitkannya-red) darimu, dia berkata, ‘Aku sama sekali tidak melihat kebaikan darimu!’”(HR. Al-Bukhâri, no. 29 dan Muslim, no. 884)