Pentingnya Pencegahan Faktor Risiko pada Penanganan Stunting

Minggu 16 Jun 2024 - 18:26 WIB
Reporter : Maryati
Editor : Dahlia

Karena itu, bagian kesiswaan di sekolah di bawah naungan Kemenag itu bersama puskesmas memasifkan sosialisasi soal tablet tambah darah. Sekolah juga rutin melakukan dokumentasi supaya remaja putri semangat untuk melawan anemia dan stunting.

Hal yang juga diperhatikan oleh pimpinan sekolah selalu menekankan jika remaja putri harus sudah sarapan sebelum mengonsumsi obat tersebut, dengan tujuan agar rasa mual tidak timbul sejak awal.

Sambil membagikan obat itu, para guru juga rajin menyerukan bahwa TTD mendatangkan banyak manfaat bagi kesehatan remaja karena kaya akan kandungan zat besi untuk mencegah anemia akibat kadar hemoglobin (Hb) yang rendah.

Konsentrasi para remaja juga jauh lebih terjaga, sehingga tidak akan mempengaruhi proses pembelajaran di sekolah.

Sejumlah siswa mengakui awalnya memang sempat merasakan mual dan tidak mau mengonsumsi TTD lagi, tapi karena yakin para guru tidak berbohong, mereka akhirnya berani untuk membiasakan diri.

Para siswa kemudian juga yakin kalau TTD bisa menyelamatkan anaknya di masa depan dari ancaman stunting.

Melihat dampak baik yang diberikan dari edukasi masif di tingkat sekolah dan keluarga, Pemerintah Provinsi Jawa Barat semakin bersemangat untuk memperluas kerja sama dengan para  pemangku kepentingan lain agar informasi yang disampaikan semakin mengenai seluruh lapisan masyarakat

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemprov Jawa Barat mencatat edukasi yang kian dimasifkan di tengah masyarakat akan sangat berdampak pada perubahan pola perilaku ke arah yang lebih sehat.

Misalnya, calon ibu menjadi lebih peduli terhadap makanan yang dikonsumsi sejak muda, pentingnya menjalankan PHBS sampai calon ayah mengerti dampak buruk dari rokok bagi keluarga di rumah.

Hal inilah yang terus didorong bersama dengan organisasi berbasis gizi, Nutrition International (NI) dan Save the Children yang menginisiasi program Better Investment for stunting (BISA) yang dinilai dapat membantu pemerintah memutus siklus lahirnya anak stunting antargenerasi.

Berdasarkan penjelasan dari Senior Program Officer Nutrition International Indonesia Handayani Wasti Sagala, program BISA sudah dijalankan di dua daerah, seperti Sumedang, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Program itu punya area intervensi yang terbagi menjadi tiga lingkup. Pertama, pemerintah bersama pihaknya akan menggunakan teknik komunikasi yang dapat mendorong perubahan perilaku dan sosial terkait pemberian makanan tambahan dan anak (PMBA).

Metode ini juga dipraktikan dalam aspek kebersihan berupa cuci tangan memakai sabun, memperbaiki pola hidup remaja, ibu hamil dan menyusui, hingga pola pengasuhan anak di bawah dua tahun.

Selanjutnya dalam sistem kesehatan, BISA mendorong pemerintah untuk meningkatkan kapasitas para tenaga kesehatan, staf pengawas dan pemangku kepentingan.

Di kabupaten dan provinsi, program tersebut membantu pemerintah dalam memberikan layanan gizi berkualitas yang berkesinambungan dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga mengolah panganan lokal.

Sementara terkait dengan kerja sama bersama pemerintah, program itu akan mendukung implementasi kebijakan nasional di tingkat pemerintahan yang lebih rendah, dengan mengembangkan kemampuan pemerintah lokal dalam merencanakan, menganggarkan dan memperkuat koordinasi para pemangku kepentingan.

Kategori :