Masing-masing pasangan calon telah membangun argumen, mengajukan bukti, menunjukkan posita dan petitum dengan dalil-dalil hukum terbaiknya.
Warna-warni Ramadhan yang diisi dengan membaca Quran, berzikir, menahan diri dari amarah dan kebencian, serta menahan hawa nafsu, setidaknya menjadi modal bagi para hakim di Mahkamah Konstitusi, para pengacara atau pembela hukum, dalam upaya menegakkan kebenaran dan keadilan.
Sebab, siapa pun mesti percaya, ketika suatu perkara hukum telah sampai pada lembaga hukum dan peradilan, dan apalagi berada dalam nuansa Ramadhan yang sarat dengan kesucian dan kemuliaan, menjadikan semuanya telah bersungguh-sungguh bermaksud menegakkan kebenaran dan keadilan itu berdasarkan sumpah yang telah diucapkan dan menjadi komitmen sebagai penegak hukum yang berarti juga menjadi penegak kebenaran dan keadilan.
Perkara Penting
Untuk itu, prinsip dalam berkata-kata yang ditunjukkan dalam sidang yang terjadi di Mahkamah Konstitusi, adalah prinsip kata-kata yang baik (qoulan ma’rufan), perkataan yang lembut (qoulan layyina), dan perkataan yang adil (qoulan bil qisthi).
Kemuliaan Mahkamah Konstitusi (MK) terletak pada prinsip-prinsip tersebut, khususnya pada prinsip kebenaran dan keadilan.
Masing-masing pastilah tidak mudah untuk membuktikan dan mempertahankan.
Sebab, di dalam pengadilan, dan hampir di setiap proses-proses yang terjadi di pengadilan, selalu terdapat upaya untuk meyakinkan hal-hal yang telah terjadi pada masa lalu (post factum), disajikan menjadi kebenaran hari ini.
Fenomena komunikasi forensik ini selalu mewarnai perdebatan tentang peristiwa masa lalu, yang dihadirkan menjadi kebenaran hari ini.
Setiap hakim akan memiliki pertimbangan, tidak saja pertimbangan formil hukumnya, tetapi aspek sosiologis, psikologis, dan politik hukum itu sendiri.
Dari sisi sosiopolitis, pemilihan umum merupakan peristiwa luar biasa yang memiliki skala yang sangat besar, bersifat massal, dan memerlukan anggaran yang sangat besar, serta rentan dengan kompetisi, konflik, dan perpecahan.
Melampaui pemilihan umum dengan damai, dapat dikatakan sebagai prestasi bangsa seluruhnya, untuk mendapatkan pemimpin baru dengan kebijakan dan programnya.
Sebagian merupakan kelanjutan dari penyelenggaraan kekuasaan sebelumnya dan sebagian yang lain merupakan kebijakan dan program yang baru karena perkembangan dan situasi yang sebelumnya belum terpikirkan.
Dari sosio-psikologis, Pemilu 2024 pada satu sisi dapat dipandang sebagai pesta rakyat, tetapi pada sisi lain, telah menimbulkan tekanan-tekanan psikologis tertentu, dengan munculnya prasangka sosial dengan intensitas yang berbeda-beda.
Secara kolektif, situasi sosiopsikologis demikian bukanlah situasi yang normal yang dirasakan secara rutin dalam keseharian.
Sebagai agenda politik nasional, maka relasi sosial dan kemasyarakatan diakui atau tidak diakui telah menimbulkan tekanan sosial dan psikologis tertentu.