Menguji Terobosan Purbaya: Mampukah Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Tercapai dari LPS ke Kemenkeu

Sabtu 13 Sep 2025 - 17:35 WIB
Reporter : Echi
Editor : Dahlia

Namun, ekonomi Indonesia jauh lebih pelik daripada sekadar menyalakan mesin uang.

BACA JUGA:Stok Beras SPHP di Palembang Aman

BACA JUGA:Sumsel United Siap Tempur, Seluruh Pemain dalam Kondisi Prima Jelang Liga 2 Championship 2025

Bangsa ini sudah berkali-kali belajar, likuiditas tanpa disiplin arah hanya melahirkan gelembung konsumsi dan spekulasi aset.

Rakyat kecil tak merasakan apa-apa selain harga pangan yang melonjak. Pertumbuhan yang sejati adalah pertumbuhan yang inklusif.

Di sinilah gagasan growth through equity yang disuarakan Ketua Dewan Direktur GREAT Institute Syahganda Nainggolan menemukan relevansinya.

Syahganda menilai bahwa pertumbuhan ekonomi bisa dicapai melalui pemerataan (growth through equity).

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia dicapai melalui program-program yang inklusif dan pro rakyat, sehingga pertumbuhannya yang tidak hanya tinggi secara angka, namun juga inklusif dan merata," ujar Syahganda dalam sambutannya pada forum itu.

Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi 8 persen hanya berarti bila setiap lapisan masyarakat ikut merasakan manfaatnya, mulai dari UMKM, petani, hingga komunitas di daerah.

Kalau uang negara hanya berhenti di megaproyek atau perusahaan besar, maka ketimpangan akan makin lebar.

Di sini Purbaya diuji, mampukah ia memastikan likuiditas itu benar-benar sampai ke kredit produktif, ke sektor riil, ke lapangan kerja yang menyerap banyak tenaga?

Sejarah juga memberi perbandingan.

Di era SBY, pertumbuhan didorong sektor swasta (private-led growth).

Kemudian Jokowi mengubah haluan, menjadikan negara mesin utama pembangunan (state-led growth).

Dan kini Purbaya ingin menggabungkan keduanya.

Di atas kertas, terdengar menarik. Namun, apakah birokrasi fiskal dan moneter Indonesia cukup lincah untuk memainkan orkestrasi ini.

Kategori :