Untuk itu, dia meminta kepada Inosentius agar menyampaikan visi dan misinya untuk Mahkamah Konstitusi (MK).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengungkapkan bahwa uji kelayakan dan kepatutan tersebut hanya memiliki calon tunggal sebab hanya Inosentius yang memenuhi syarat-syarat berdasarkan penjaringan yang telah digelar.
Dia mengatakan bahwa Inosentius sebagai calon tunggal pengganti Arief Hidayat telah melalui mekanisme yang sesuai aturan.
Menurut Sahroni, pemilihan calon itu telah dilakukan dengan matang.
"Yang kapabilitas dan memiliki integritas bagus yang akan kita uji dan calonnya tunggal," kata Sahroni.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah mengirimkan surat pemberitahuan terkait masa pensiun Hakim Konstitusi Arief Hidayat ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Sudah dan semua tahapan ada di DPR, ya," kata Ketua MK Suhartoyo saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (13/8).
Arief Hidayat merupakan hakim konstitusi jalur DPR yang lahir pada tanggal 3 Februari 1956. Saat ini, Ketua MK periode 2015–2018 itu berusia 69 tahun.
Terpisah, Calon tunggal Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Inosentius Samsul yang tengah mengikuti uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi III DPR RI, mengatakan memiliki misi bahwa tidak akan membuat putusan yang menimbulkan kontroversi.
Untuk itu, dia mengaku bakal meningkatkan kualitas putusan yang bersifat mudah dipahami, dapat dilaksanakan, dan mampu menjadi solusi.
Adapun Inosentius menjadi calon Hakim MK untuk menggantikan Hakim MK Arief Hidayat yang segera memasuki masa pensiun.
"Jadi diharapkan ke depan Mahkamah Konstitusi itu betul-betul menjadi tempat yang dipercaya untuk bisa menyelesaikan persoalan dan mencari keadilan bagi siapapun," kata Inosentius di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (20/08/2025).
Dia mengatakan bahwa MK sebagai lembaga peradilan memiliki kekuasaan kehakiman yang merdeka, tetapi harus tetap terpercaya dan akuntabel.
Menurut dia, merdeka yang dimaksud adalah MK harus bebas dari pengaruh atau intervensi kelompok tertentu.
Selain itu, menurut dia, MK juga harus bebas dari asumsi bahwa MK adalah selalu benar dan DPR tak menghasilkan UU yang berkualitas.
Dia menilai cara berpikir seperti itu pun harus dibenahi.