Kelebihan utama motor ini adalah:
Tahan banting meski dipakai di jalanan berat.
Mudah dirawat, bahkan dengan bengkel sederhana.
Tidak rewel dengan bahan bakar, meskipun kualitas bensin kurang baik.
Hemat bensin sehingga cocok untuk kendaraan harian.
Dari situlah nama CG (Commuter General) lahir. Motor ini memang dirancang untuk mobilitas masyarakat luas, terutama kalangan pekerja.
Berbeda dengan Honda CB (City Bike / Classic Bike) yang lebih mengedepankan desain stylish dan performa sporty.
CB dikenal dengan mesin DOHC, pendingin cairan, dan gaya lebih agresif, misalnya pada model CB150R, CB500F, hingga CB1000.
Dengan kata lain, CG adalah motor pekerja keras, sementara CB lebih menyasar pengendara yang menginginkan gaya dan performa.
Kemunculan Honda CG150 di Pakistan memicu spekulasi di kalangan penggemar otomotif tanah air.
Pertanyaan yang muncul: apakah mungkin motor ini kembali dihidupkan di Indonesia?
Pasalnya, tren gaya klasik dan retro kini kembali booming. Klub motor tua seperti komunitas Honda CB masih eksis di berbagai daerah.
Banyak pecinta roda dua di Indonesia yang menyukai desain sederhana namun tangguh ala CG.
Namun, tantangan terbesar adalah pasar motor Indonesia yang saat ini didominasi skutik.
Hampir 80 persen penjualan roda dua di Tanah Air dikuasai oleh skuter matic, sementara motor batangan entry-level semakin menyempit pasarnya.
“Kalau AHM (Astra Honda Motor) berani melakukan riset pasar, bisa saja CG150 dihidupkan kembali untuk segmen nostalgia. Tapi jumlahnya mungkin tidak besar, lebih ke arah motor hobi,” ujar seorang pengamat otomotif.