Sebelumnya, penggeledahan oleh KPK di lokasi tersebut dikaitkan dengan penyidikan dugaan suap fee 9 proyek di Dinas PUPR OKU yang menyeret enam tersangka.
Dua di antaranya, Fauzi dan Ahmad Sugeng Santoso, kini telah disidang di Pengadilan Tipikor Palembang.
Jon Fikri, Kepala Dusun 4 Desa Tanjung Baru, membenarkan bahwa dirinya turut menyaksikan proses penggeledahan tersebut sebagai saksi karena ketua RT sedang tidak di tempat.
Sekadar mengingatkan, pada Minggu, 16 Maret 2025, KPK resmi menetapkan enam dari delapan orang yang terjaring operasi tangkap tangan sebagai tersangka terkait korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemkab OKU.
Mereka yakni Ferlan Juliansyah selaku anggota Komisi III DPRD OKU, M Fahrudin selaku Ketua Komisi III DPRD OKU, Umi Hartati selaku Ketua Komisi II DPRD OKU, Nopriansyah selaku Kepala Dinas PUPR Pemkab OKU, M Fauzi alias Pablo selaku swasta, dan Ahmad Sugeng Santoso selaku swasta.
Adapun dua orang pemberi suap yakni M Fauzi alias Pablo, dan Ahmad Sugeng Santoso sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Palembang, Senin 26 Mei 2025.
Dalam OTT, KPK mengamankan barang bukti berupa uang sebesar Rp2,6 miliar, 1 unit mobil Toyota Fortuner, dokumen, alat komunikasi, dan barang bukti elektronik lainnya.
Adapun konsturksi kasus yakni pada Januari 2025 dilakukan pembahasan RAPBD OKU Tahun Anggaran (TA) 2025.
Agar RAPBD TA 2025 dapat disahkan, beberapa perwakilan DPRD menemui pihak pemerintah daerah.
Pada pembahasan tersebut, perwakilan dari DPRD meminta jatah pokir dan disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di Dinas PUPR dengan anggaran Rp45 miliar.
Dari nilai proyek itu, jatah untuk ketua dan wakil ketua DPRD OKU disepakati mendapatkan Rp5 miliar, sedangkan untuk anggota DPRD OKU sebesar Rp1 miliar.
Nilai tersebut turun menjadi Rp35 miliar karena keterbatasan anggaran.
Tetapi untuk fee-nya tetap disepakati sebesar 20 persen jatah bagi anggota DPRD.
Sehingga total fee sebesar Rp7 miliar. Saat RAPBD TA 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar.
Saat itu, Nopriansyah menawarkan 9 proyek kepada Pablo dan Ahmad Sugeng dengan komitmen fee sebesar 22 persen, yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD.
Nopriansyah kemudian mengkondisikan pihak swasta yang mengerjakan dan PPK untuk menggunakan beberapa perusahaan atau CV yang ada di Lamteng untuk pinjam bendera dan dikerjakan Pablo dan Ahmad Sugeng.