"Langkah ini bagus, karena selama ini banyak warga yang bingung mau mengadu ke mana. Tapi kami berharap keluhan yang disampaikan tidak hanya dicatat, tapi juga ditindaklanjuti. Kami ingin hasil nyata, bukan hanya janji,” ujarnya.
Senada disampaikan Laila (37), seorang ibu rumah tangga dari kawasan Kertapati. Ia menyampaikan harapannya agar program ini benar-benar memberikan ruang bagi warga kecil untuk bersuara.
“Sering kali suara kami tidak terdengar, apalagi yang tidak punya akses ke media atau pejabat. Kalau benar rumah dinas bisa jadi tempat kami mengadu, kami sangat mendukung. Tapi ya itu, jangan sampai cuma pas difoto-foto saja dibuka, habis itu tutup lagi,” katanya.
Sebagian warga juga mengusulkan agar jam layanan warga di rumah dinas diatur dengan jelas, serta adanya petugas khusus yang mendampingi dan mencatat setiap pengaduan, sehingga tidak terjadi penumpukan atau kesalahpahaman.
Tak hanya soal infrastruktur dan pelayanan publik, warga berharap rumah dinas bisa menjadi tempat untuk menyampaikan berbagai isu krusial lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, pengangguran, hingga persoalan lingkungan dan banjir yang masih sering terjadi di beberapa kawasan kota.
“Kami tidak butuh banyak seremoni. Yang kami butuhkan adalah kehadiran pemerintah yang cepat tanggap dan peduli dengan kesulitan warga,” ucap Amir, warga Kemuning.
Sementara itu, Program pembukaan rumah dinas Wali Kota Palembang sebagai wadah aspirasi warga yang baru saja diluncurkan Drs H Ratu Dewa menuai beragam tanggapan, salah satunya datang dari pengamat sosial dan politik Sumatera Selatan, Hamidi, S.IP.
Ia menilai bahwa langkah tersebut merupakan inisiatif yang progresif dan patut diapresiasi, namun tetap harus diiringi dengan sistem kerja yang jelas, terukur, dan transparan.
“Ini merupakan terobosan yang patut dicatat. Membuka rumah dinas untuk masyarakat adalah simbol keterbukaan dan kedekatan pemimpin dengan rakyat. Tapi keberhasilan program ini bukan ditentukan oleh seremoni peluncurannya, melainkan oleh bagaimana mekanisme pengelolaan aspirasi itu dilakukan secara profesional dan bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Hamidi, Selasa (27/5).
Menurut Hamidi, jika program ini dijalankan dengan niat tulus untuk menyerap dan menyelesaikan masalah masyarakat, maka bisa menjadi langkah besar dalam reformasi pelayanan publik di tingkat daerah.
Namun ia mengingatkan bahwa tantangan utamanya adalah konsistensi dan tindak lanjut nyata dari setiap aduan yang masuk.
“Jangan sampai aspirasi masyarakat hanya ditampung, didengar, lalu hilang tanpa kejelasan. Harus ada tim khusus yang ditugaskan menindaklanjuti setiap laporan, ada pelaporan progres yang transparan, dan yang paling penting adalah **keputusan yang berpihak pada kepentingan masyarakat,” tambahnya.
Hamidi juga mengusulkan agar pemerintah kota membangun platform digital pendukung sebagai pelengkap dari program rumah dinas terbuka ini, sehingga pengaduan masyarakat bisa diarsipkan, dipantau, dan dievaluasi secara terbuka.
“Kalau tidak disertai sistem manajemen pengaduan yang baik, maka program ini berisiko dianggap hanya pencitraan. Masyarakat sekarang sudah kritis, mereka tidak hanya menilai niat, tapi juga hasil nyata. Maka, **keterbukaan harus dibarengi akuntabilitas,” tegas Hamidi.
Ia berharap agar inisiatif ini tidak berhenti sebagai simbolik, tetapi bisa menjadi model percontohan bagi daerah lain, bahwa kepemimpinan yang dekat dan terbuka terhadap rakyat dapat diwujudkan dengan komitmen kuat dan kerja nyata.
Dengan pandangan dari pengamat seperti Hamidi,q publik kini semakin menaruh perhatian pada implementasi program tersebut.