"Pagar laut bukan milik PANI. Dari 30 km panjang pagar laut itu, kepemilikan SHGB anak perusahaan PIK PANI dan PIK Non PANI hanya ada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji saja. Di tempat lain, dipastikan tidak ada," jelasnya.
Klarifikasi ini penting untuk membantah informasi yang berkembang di masyarakat bahwa seluruh pagar laut sepanjang 30 km tersebut dimiliki oleh Agung Sedayu Group.
Menurut Muannas, isu tersebut tidak sesuai dengan kenyataan dan harus diluruskan.
BACA JUGA:Waspada Virus HMPV : Dinkes Palembang Buka Layanan Pengaduan !
BACA JUGA:18 Provinsi Terhubung ! Indonesia Resmi Operasikan Proyek Kelistrikan Skala Nasional
Ia juga menjelaskan bahwa panjang pagar laut tersebut melintasi enam kecamatan di Kabupaten Tangerang, namun kepemilikan SHGB dari anak perusahaan ASG hanya terdapat di satu kecamatan, yaitu di Desa Kohod.
"Saya perlu luruskan agar tidak menjadi liar opininya, panjang pagar itu melewati enam kecamatan. SHGB anak perusahaan PANI dan Non PANI PT IAM dan PT CIS hanya ada di satu kecamatan di Desa Kohod. Jadi bukan sepanjang 30 km itu ada lahan SHGB milik kita," tegasnya.
Pernyataan Agung Sedayu Group mengenai kepemilikan SHGB pagar laut ini datang setelah Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa penerbitan SHGB dan SHM atas lahan pagar laut di kawasan pantura, Kabupaten Tangerang, berstatus cacat prosedur dan material.
Oleh karena itu, status sertifikat tersebut dibatalkan dan dianggap batal demi hukum.
"Dari hasil peninjauan dan pemeriksaan terhadap batas di luar garis pantai, itu tidak boleh menjadi privat properti, maka itu tidak bisa disertifikasi, dan kami memandang sertifikat tersebut yang di luar adalah cacat prosedur dan cacat material," ujar Nusron di Tangerang pada Rabu (22/1).
Nusron menambahkan bahwa berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021, jika sertifikat tersebut belum berusia lima tahun, Kementerian ATR/BPN berhak untuk mencabut atau membatalkan status sertifikat tersebut tanpa melalui proses perintah pengadilan.
Sebanyak 266 sertifikat SHGB dan SHM yang teridentifikasi berada di bawah laut telah dibatalkan karena berada di luar garis pantai yang seharusnya tidak menjadi hak milik pribadi.
Nusron juga mengungkapkan bahwa pihaknya sedang melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap petugas juru ukur serta petugas yang menandatangani atau mengesahkan status sertifikat tersebut.
Hal ini dilakukan sebagai bagian dari langkah penegakan hukum terkait dengan penerbitan sertifikat yang tidak sesuai prosedur.
"Hari ini kami sudah memanggil petugas terkait oleh aparatur pengawas internal pemerintah untuk memeriksa kode etik," kata Nusron.
Terkait dengan hal ini, Agung Sedayu Group menegaskan bahwa kepemilikan SHGB yang sah dan sesuai dengan prosedur hanya berlaku di lokasi yang telah dijelaskan, yakni di Desa Kohod.