Selain itu, persaingan dengan camilan impor juga menjadi ancaman bagi keberlangsungan usaha ini.
Namun, para produsen lokal tetap optimis dan terus berinovasi.
Beberapa di antaranya bahkan mengadopsi teknologi modern dalam proses produksi untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produk.
Salah satu contohnya adalah penggunaan mesin pengaduk otomatis untuk memastikan lapisan tepung pada kacang lebih merata.
Upaya untuk memperkenalkan kacang telur kepada generasi muda terus dilakukan, baik melalui media sosial maupun festival kuliner.
Kampanye Cinta Kuliner Lokal yang digagas oleh komunitas pecinta makanan tradisional juga turut mempromosikan kacang telur sebagai bagian dari warisan budaya kuliner Indonesia.
Salah satu anggota komunitas tersebut, Rizky Hidayat, mengungkapkan bahwa kacang telur memiliki potensi besar untuk kembali populer di kalangan generasi muda.
"Kami sering mengadakan workshop membuat kacang telur untuk anak-anak muda. Ini adalah cara kami menjaga agar makanan tradisional ini tetap hidup," ujar Rizky.
Dengan dukungan masyarakat dan inovasi yang terus dilakukan, masa depan kacang telur terlihat cerah.
Popularitasnya yang tak lekang oleh waktu membuktikan bahwa camilan tradisional ini memiliki nilai lebih dibandingkan sekadar rasa.
Kacang telur bukan hanya camilan, tetapi juga simbol kekayaan budaya dan kreativitas masyarakat Indonesia.
Melalui upaya pelestarian dan inovasi, kacang telur diharapkan dapat terus dinikmati oleh generasi mendatang.
Dengan begitu, camilan ini akan tetap menjadi bagian dari identitas kuliner Indonesia di tengah gempuran makanan modern.*