Salah satu korban terkenal adalah Pastor Van Camvel, pastor pertama yang masuk ke wilayah Sumatera Selatan.
Hingga kini, makam-makam korban pembantaian masih dapat ditemukan di Tanjung Sakti, sebagai saksi bisu dari masa kelam tersebut.
Tak hanya pada masa penjajahan, Tanjung Sakti juga merasakan dampak dari pergolakan politik dalam negeri. Pada tahun 1965, Gerakan 30 September yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) meninggalkan jejak kelam di wilayah ini.
Banyak penduduk Tanjung Sakti yang menjadi korban, baik karena pembunuhan, penangkapan, maupun pengasingan oleh pihak militer dan kelompok-kelompok anti-komunis.
Untuk mengenang peristiwa ini, beberapa monumen dan tugu peringatan didirikan di wilayah Tanjung Sakti.
Memasuki abad ke-21, Tanjung Sakti terus berkembang sebagai bagian penting dari Kabupaten Lahat.
Pada tahun 2003, kecamatan ini mengalami pemekaran menjadi dua kecamatan, yaitu Tanjung Sakti Pumi dan Tanjung Sakti Pumu.
Pemekaran ini dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut.
Tanjung Sakti Pumi memiliki 10 desa, sementara Tanjung Sakti Pumu memiliki 9 desa.
Pemekaran ini dianggap berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Infrastruktur seperti jalan, sekolah, dan fasilitas kesehatan mengalami perbaikan. Selain itu, sektor pariwisata di Tanjung Sakti juga mulai berkembang pesat.
Wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, tertarik untuk mengunjungi berbagai destinasi wisata alam yang ditawarkan oleh kecamatan ini.
Destinasi Wisata di Tanjung Sakti
Selain memiliki sejarah yang kaya, Tanjung Sakti juga dikenal dengan keindahan alamnya.
Beberapa destinasi wisata populer di wilayah ini antara lain:
1. Bukit Besar