Dalam aturan tersebut, setiap transaksi jual kembali emas batangan dengan nominal lebih dari Rp10 juta akan dikenakan PPh 22 sebesar 1,5 persen bagi pemegang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan 3 persen bagi yang tidak memiliki NPWP.
Pajak ini dipotong langsung dari nilai transaksi buyback sehingga pembeli tidak perlu membayarnya secara terpisah.
Sebagai contoh, jika seorang nasabah menjual kembali emas batangan senilai Rp20 juta ke Antam, dan memiliki NPWP, maka potongan PPh sebesar 1,5 persen atau Rp300.000 akan langsung dipotong dari nilai buyback tersebut.
Sehingga nasabah akan menerima Rp19.700.000 dari transaksi tersebut.
Namun, jika nasabah tidak memiliki NPWP, potongan PPh yang dikenakan adalah 3 persen atau Rp600.000, dan nasabah akan menerima Rp19.400.000.
Potongan pajak dalam transaksi emas tidak hanya berlaku saat menjual emas, tetapi juga saat pembelian.
Sesuai dengan PMK No. 34/PMK.10/2017, setiap pembelian emas batangan dikenakan PPh 22 sebesar 0,45 persen untuk pembeli yang memiliki NPWP, dan 0,9 persen untuk pembeli tanpa NPWP.
Pajak ini akan dibayarkan oleh pembeli saat melakukan transaksi pembelian emas dan disertai dengan bukti potong PPh 22 sebagai bukti pembayaran pajak.
Sebagai contoh, jika seseorang membeli emas senilai Rp10 juta, maka untuk pembeli yang memiliki NPWP, potongan pajak sebesar 0,45 persen atau Rp45.000 akan dikenakan, sehingga total yang harus dibayarkan adalah Rp10.045.000.
Namun, bagi pembeli yang tidak memiliki NPWP, pajak yang dikenakan sebesar 0,9 persen atau Rp90.000, sehingga total pembelian menjadi Rp10.090.000.
Kenaikan harga emas Antam yang signifikan dalam beberapa hari terakhir ini tidak lepas dari kondisi ekonomi global yang tengah tidak menentu.
Ketidakstabilan di pasar keuangan, meningkatnya inflasi, dan ketegangan geopolitik menjadi beberapa faktor yang menyebabkan investor cenderung beralih ke emas sebagai instrumen yang lebih aman.
Sejak dulu, emas dianggap sebagai safe haven asset, yaitu aset yang dianggap aman dan cenderung memiliki nilai yang stabil bahkan saat kondisi ekonomi global tidak menentu.
Dalam situasi seperti inflasi tinggi, nilai mata uang yang terdepresiasi, atau krisis keuangan, emas sering kali menjadi pilihan utama bagi investor untuk melindungi kekayaan mereka dari penurunan nilai aset-aset lain seperti saham dan obligasi.
Salah satu faktor yang mendorong kenaikan harga emas saat ini adalah ketidakpastian dalam kebijakan moneter yang dijalankan oleh bank-bank sentral di negara maju, terutama Amerika Serikat.
The Federal Reserve (The Fed) sebagai bank sentral Amerika Serikat, terus memantau perkembangan ekonomi di negara tersebut, terutama inflasi yang meningkat.