5 Puyang Legendaris dari Sekayu Musi Banyuasin : Tokoh Leluhur dan Sejarahnya !

Selasa 17 Sep 2024 - 15:09 WIB
Reporter : Maryati
Editor : Robiansyah

Selain itu, Puyang Tahaji bin Sajidin juga dikenal dengan nama-nama gelar lainnya seperti Puyang Patah Rimpung, Puyang Muare Jongot, Puyang Kemudi Rejung, dan Puyang Silam-Silaman.

Dari pernikahannya dengan seorang wanita asal Jawa Tengah bernama Mahesa binti Madarus, Puyang Tahaji bin Sajidin memiliki tiga anak, salah satunya adalah Sak Ayu, yang dipercaya menjadi asal usul nama Sekayu.

Cerita tentang Sak Ayu ini masih menjadi bagian dari folklore yang berkembang di masyarakat Sekayu hingga saat ini.

3. Puyang Piabung

Puyang Piabung atau yang dikenal juga sebagai Puyang Bahman bin Sahid bin Sajidin bin Sahaji bin Aji Ginggang bin Mujmal bin Sidun, adalah tokoh penting lain dalam sejarah Sekayu.

Lahir pada tahun 1771 di dusun Soak dan wafat pada tahun 1869, ia dimakamkan di sekitar Salaburau dan Temedak Ampe.

Puyang Piabung memiliki gelar "Piabung" yang berarti "Cagak" atau tiang penyangga.

Gelar ini menggambarkan perannya dalam membangun struktur sosial dan ekonomi di Sekayu, terutama dalam bidang pertanian dan pembangunan rumah.

Selain gelar Piabung, Puyang ini juga dikenal dengan gelar "Ketip," yang berarti penghulu atau pemimpin agama.

Peran ganda ini menunjukkan bahwa Puyang Piabung tidak hanya berkontribusi dalam pembangunan fisik, tetapi juga dalam membentuk nilai-nilai spiritual di komunitas Sekayu.

Selama hidupnya, ia aktif dalam bidang pertanian dan sering kali digunakan sebagai sumber inspirasi bagi generasi-generasi selanjutnya di Sekayu.

4. Puyang Rio Kaos

Nama Puyang Rio Kaos mungkin terdengar unik, tetapi kisah hidupnya lebih menarik lagi. Nama asli dari Puyang ini adalah Puyang Rio Kelana, namun ia mendapatkan gelar Rio Kaos karena sifat perantauannya.

Lahir di Perak, Malaka pada tahun 1741, Puyang Rio Kelana berasal dari keturunan Melayu-Thionghoa. Selama masa mudanya, ia merantau dan ikut berlayar dengan kapal dagang dari Malaka hingga akhirnya menetap di Sekayu.

Kisah tentang Puyang Rio Kelana ini menunjukkan bahwa Sekayu, sejak dulu, sudah menjadi tempat bertemunya berbagai budaya dan peradaban.

Ia wafat pada tahun 1842 dan dimakamkan di Balai Agung, Sekayu.

Kategori :