Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa seluruh persyaratan calon kepala daerah, termasuk usia, harus dipenuhi sebelum penetapan pasangan calon oleh KPU.
Menurut MK, hal ini penting untuk memastikan bahwa semua syarat calon kepala daerah telah terpenuhi sebelum melangkah ke tahapan berikutnya dalam proses pemilihan.
"Dalam hal ini, semua syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU 10 Tahun 2016 harus dipastikan telah terpenuhi sebelum penyelenggara, in casu KPU, menetapkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah," ujar Saldi. Penegasan ini sekaligus memberikan kepastian hukum dalam proses penetapan calon kepala daerah.
BACA JUGA:Putusan Batas Usia tidak Bisa Diterapkan di Pilkada 2024
BACA JUGA:Daftar Lengkap 81 Bakal Calon Kepala Daerah yang Diusung PKB untuk Pilkada 2024 : Cek Daerahmu !
Mahkamah Konstitusi juga menyoroti praktik selama ini terkait penentuan usia calon kepala daerah.
Sejak diselenggarakannya pemilihan kepala daerah secara serentak pada tahun 2015, 2017, 2018, dan 2020, penetapan keterpenuhan syarat usia calon kepala daerah selalu dilakukan pada saat penetapan pasangan calon.
"Fakta empirik membuktikan penentuan keterpenuhan persyaratan calon kepala daerah selama ini dihitung atau ditentukan pada tahapan penetapan pasangan calon," ungkap Saldi.
Selain itu, MK menyatakan bahwa keterpenuhan syarat calon anggota legislatif, DPR, DPD, DPRD, serta syarat calon presiden dan wakil presiden juga ditentukan pada tahapan penetapan pasangan calon.
Dengan demikian, MK menegaskan bahwa segala persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon harus sudah tuntas pada saat penetapan pasangan calon, agar tidak ada keraguan atau perdebatan dalam tahapan berikutnya.
Mahkamah Konstitusi memberikan ultimatum kepada KPU agar dalam menetapkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, mereka wajib mengikuti pertimbangan hukum yang telah ditegaskan oleh MK dalam putusan ini.
Apabila KPU tidak mengikuti pertimbangan ini, maka calon kepala daerah yang tidak memenuhi syarat usia atau persyaratan lainnya berpotensi dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah.
"Jika penyelenggara tidak mengikuti pertimbangan dalam putusan Mahkamah a quo, sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilihan, calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang tidak memenuhi syarat dan kondisi dimaksud, berpotensi untuk dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah," tegas Saldi.
Namun, karena norma pasal yang diuji telah secara jelas mengatur bahwa penetapan syarat usia minimum dilakukan pada penetapan pasangan calon, MK menolak permintaan pemohon untuk menambahkan frasa terhitung sejak penetapan pasangan calon.
Menurut MK, penambahan frasa tersebut justru akan menimbulkan anomali dalam penerapan syarat calon kepala daerah yang diatur dalam UU Pilkada.
"Menimbang bahwa setelah Mahkamah mempertimbangkan secara utuh dan komprehensif berdasarkan pada pendekatan historis, sistematis, praktik selama ini, dan perbandingan, Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 merupakan norma yang sudah jelas, terang-benderang, bak basuluh matohari (dalam bahasa Minangkabau), cheto welo-welo (dalam bahasa Jawa), sehingga terhadapnya tidak dapat dan tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain atau berbeda selain dari yang dipertimbangkan dalam putusan a quo, yaitu persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon," tegas Saldi.