Sebagaimana yang dilakukan dengan Kejati Lampung, kerja sama dengan Kejati Sumsel juga terdiri dari empat aspek.
BACA JUGA:KAI Divre III Palembang Imbau Warga Tak Buang Sampah di Sepanjang Rel Kereta Api
BACA JUGA:Perkenalkan Kompetensi Pertambangan ke Mahasiswa
Yakni, pendampingan hukum dan perlindungan, pencegahan korupsi, penyelesaian masalah jika terjadi perkara perdata dan tata usaha negara, dan sosialisasi hukum dan peraturan lainnya.
Pada kesempatan itu Kajati Yulianto menegaskan, kerja sama ini tidak berhenti sampai dokumen naskah saja.
Dia meminta, dengan perjanjian ini semu alemen dari PTPN I Regional 7 untuk tidak segan-segan meminta pendapat hukum, pendampingan, dan perlindungan hukum ketika menghadapi masalah hukum, terutama bidang perdata dan tata usaha negara.
“Kami minta MoU ini tidak berhenti pada naskah saja. Harus diimplementasikan sehingga semua proses bisnis di PTPN I Regional 7 berjalan dengan nyaman. Sebab, Kejaksaan sebagai lembaga negara berada satu barisan dengan lembaga negara lainnya, termasuk BUMN, Pemda, dan lainnya. Jadi, menjadi kewajiban kita untuk mengamankan dan menyelematkan aset negara,” kata Kajati bergelar Doktor ini.
Peraih Penghargaan Kepala Kejaksaan Tinggi Terbaik Nasional tahun 2022 saat menjabat Kajati Nusa Tenggara Barat ini menyampaikan apresiasi kepada PTPN I Regional 7 atas prakarsa membuat kerja sama ini.
Yuli mengatakan, penegakan hukum di seluruh elemen dan lapisan masyarakat adalah jalan terbaik dalam menciptakan kesejahteraan rakyat.
“Jangan sampai aset negara, seperti yang diamanatkan pengelolaannya kepada PTPN I Regional 7 jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, saya menugaskan kepada Asdatun (Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara) untuk mengawal dan mendampingi PTPN dalam mengamankan dan menyelamatkan aset,” kata dia.
Menanggapi komitmen itu, Region Head PTPN I Regional 7 Tuhu Bangun menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada Kejati Sumsel.
Ia mengaku sangat prihatin dengan banyaknya oknum yang mengganggu dan ingin menguasai aset, terutama lahan milik PTPN I Regional 7 secara ilegal.
Ia berharap kerja sama dengan Kejati Sumsel menjadi instrumen yang kuat dalam rangka mengamankan dan menyelamatkan aset negara.
Mengutip sejarah, Region Head yang juga aktivis Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (FSP-BUN) Nasional itu meyakinkan bahwa aset lahan yang saat ini dikelola PTPN sangat jelas.
Sebagian besar, kata dia, lahan PTPN diperoleh dari proses nasionalisasi aset-aset perusahaan eks. Belanda pada tahun 1958.
Pria kelahiran Medan yang sudah malang melintang di PTPN ini mengaku sangat kecewa dengan berbagai insiden penyerobotan lahan milik negara ini.