PLTU MT Sumsel-8 Terapkan Teknologi Superkritikal

Aktifitas pegawai PTBA di Mulut Tambang. Foto:Antara--

KORANPALPOS.COM - PT Huadian Bukit Asam Power (HBAP), yang merupakan perusahaan patungan antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan China Huadian Hongkong Company Ltd (CHDHK), mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Sumsel-8 (PLTU Tanjung Lalang) berkapasitas terpasang 2x660 MW dengan menggunakan teknologi superkritikal untuk menekan emisi.

"Dengan teknologi ini dan sesuai jenis batu bara yang tersedia, uap air dipanaskan pada suhu dan tekanan yang sangat tinggi pada kondisi superkritikal," ujar Wakil Direktur Utama HBAP Dody Arsadian melalui keterangan di Jakarta, Selasa.

Penggunaan teknologi itu menyebabkan tidak adanya proses perubahan fase yang jelas (dari air ke uap), dikarenakan air selalu berada dalam keadaan superkritikal, yang artinya proses pemanasan dan penguapan terjadi secara terus-menerus.Teknologi superkritikal juga dapat mengurangi jumlah bahan bakar batu bara yang digunakan dan emisi yang dihasilkan.

Dody menyebut hal itu menjadikannya lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan PLTU berteknologi konvensional.

BACA JUGA:Momen 10 November, Teladani Semangat Pahlawan

BACA JUGA:Bisnis Cemilan Tembus Sumatera, Jawa dan Bali

Menurutnya, PLTU berteknologi superkritikal mampu menghasilkan lebih banyak energi dengan jumlah bahan bakar yang lebih sedikit. Penggunaan teknologi tersebut, sejalan dengan visi jangka panjang HBAP menjadi penyedia tenaga listrik kelas dunia yang terpercaya dan berorientasi kepada nilai-nilai keberlanjutan.

PLTU Tanjung Lalang diharapkan dapat beroperasi lebih baik dan memberikan dampak positif yang luas bagi masyarakat, serta mendukung pemenuhan kebutuhan energi di sistem kelistrikan Sumatera.

PLTU Tanjung Lalang juga dilengkapi dengan electrostatic precipitator (ESP), yaitu peralatan untuk menangkap partikel (debu gas buang/sisa pembakaran) dengan menggunakan prinsip elektrostatis.

Selain itu, PLTU Tanjung Lalang menerapkan teknologi flue gas desulphurization (FGD) yang mencampur emisi gas hasil pembakaran batu bara dengan reaksi kimia, dengan bahan pengikat berupa kapur basah (CaCO3), sehingga kandungan sulfur dioksida (SO2) yang dilepaskan ke atmosfer menjadi rendah.

BACA JUGA:Pertamina Pastikan Pasokan LPG Bersubsidi di Wilayah Kota

BACA JUGA:Edukasi Warga tentang Bahaya Bahaya Judi Online

Fly ash dan bottom ash (FABA) atau abu sisa proses pembakaran batu bara di PLTU Tanjung Lalang pun tengah dikembangkan pemanfaatannya untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dalam sirkular ekonomi. FABA tersebut saat ini telah dimanfaatkan untuk bahan baku semen.

"Pemanfaatan lainnya yang tengah dikembangkan, yakni untuk bahan baku material bangunan, material pencegah air asam tambang, media tanam, dan sebagainya," kata Dody. (ant

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan