Calon Tunggal Bukti Kegagalan Demokrasi Sistem Kepartaian

Pengamat politik dari FISIP Universitas Jember Hermanto Rohman, MPA.--Foto: Antara

JEMBER, KORANPALPOS.COM - Pengamat politik dari Universitas Jember Hermanto Rohman berpendapat fenomena pemilihan kepala daerah dengan munculnya calon tunggal atau lawan kotak kosong menggambarkan kegagalan demokrasi sistem kepartaian.

"Seharusnya dalam demokrasi sistem kepartaian, kontestan politik melalui calon kepala daerah yang peluang besarnya diusung oleh parpol dan koalisi parpol menjadikan spirit bagi parpol dalam menjalankan perannya, salah satunya pengkaderan politik," kata Hermanto di Jember, Jawa Timur, Kamis, 15 Agustus 2024.

Wacana potensi calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024 di beberapa daerah mulai ramai, bahkan sebagian besar parpol berkoalisi untuk mengusung satu pasangan calon melawan kotak kosong.

Menurut Hermanto, fenomena calon tunggal kepala daerah melawan kotak kosong itu lebih menggambarkan posisi partai hanya sebagai kendaraan politik yang menyediakan tiket untuk siapa pun yang maju sebagai calon dengan basis popularitas dan elektabilitas semata, justru akan menggerus integritas parpol di internal partai maupun di mata publik.

BACA JUGA:Cak Imin Sebut PKB Belum Pasti Usung Anies di Pilkada Jakarta

BACA JUGA:Tangan Dermawan Herman Deru : Santunan dan Dukungan untuk Korban Jembatan Sungai Lalan !

"Sudah pasti ruang transaksional dan kepentingan pragmatis lebih kental daripada ruang untuk membangun dan beradu gagasan untuk pembangunan daerah," tuturnya.

Ia menjelaskan munculnya kondisi itu karena pertama, sistem pemilu yang beruntun sepertinya episode yang melelahkan bagi parpol sehingga berpikir untuk menempuh jalan pragmatis dan efektif dijamin menang dalam kepentingan politik tanpa melewati pertarungan adu gagasan perubahan di depan rakyat pemilih.

Kedua, konteks politik saat ini sepertinya menemukan ruangnya dengan adanya skenario bahwa kekuatan politik di tingkat pusat harus dikuatkan di daerah sehingga koalisi pusat juga menjadi alat transaksional untuk penguatan koalisi di daerah dan itu potensial mengarah ke oligarki.

"Penyebab ketiga, yakni biaya politik dalam pemilihan sangat tinggi sehingga dengan adanya calon tunggal maka harapannya beban parpol menjadi terkurangi," katanya.

BACA JUGA:Kepemimpinan Megawati Terancam ? Hasto Kristiyanto Ungkap Upaya Pengambilalihan PDIP !

BACA JUGA:Berikan Rekomendasi Kepada Pasangan Muri, Inilah Alasan Nasdem OKI!

Hermanto mengatakan Pilkada Serentak 2024 berbeda dengan pilkada tahun-tahun sebelumnya karena akan dilaksanakan serentak bersama di seluruh daerah. 

Salah satu potensi permasalahan calon tunggal yang perlu mendapat sorotan adalah kemungkinan tidak adanya kepala daerah terpilih atau pasangan calon tunggal mengalami kekalahan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan