Kritik DPR Penting, Tapi Jangan Jadi Ajang Kebencian

Idrus Marham, Wakil Ketua Umum Partai Golkar-Foto : ANTARA-
Kenaikan itu disebut sebagai kompensasi atas rumah dinas DPR di Kalibata yang tidak lagi memadai.
Menurut Idrus, kebijakan tersebut memang menimbulkan kesan bahwa DPR kurang peka terhadap kondisi masyarakat yang tengah menghadapi situasi ekonomi sulit.
BACA JUGA:Pemerintah Percepat Digitalisasi Layanan Publik Lewat GovTech AI
BACA JUGA:Pilkada Ulang Pangkalpinang dan Bangka: Quick Count Diminta Tak Timbulkan Kegaduhan
“Kritik publik itu wajar, bahkan penting sebagai koreksi, tapi jangan sampai komunikasi terputus. Kalau rakyat hanya marah, DPR membela diri, masalah tidak akan selesai,” tuturnya.
Lebih lanjut, Idrus mengajak masyarakat dan para wakil rakyat untuk membangun kesadaran kolektif.
Ia menggunakan istilah budaya Jawa "kepeneran politik", yakni kemampuan merespons suatu persoalan dengan bijak sebagai jalan menuju “kebenaran substantif” untuk kepentingan rakyat.
Dia mengatakan bahwa dalam agama pun sudah dijelaskan jangan sampai kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil.
Maka dari itu, ia berpendapat kritik publik seharusnya diolah menjadi bahan perbaikan kebijakan, bukan sekadar memperuncing jurang politik.
Di sisi lain, dirinya juga meminta anggota DPR meningkatkan kepekaan terhadap kondisi rakyat.
“Kalau komunikasi diperbaiki, saling menghormati dijaga, saya yakin bangsa ini bisa keluar dari situasi sulit. Jangan ada lagi sikap memaksakan kehendak,” tutur Idrus.
Dengan demikian, dia berharap hubungan antara rakyat dan DPR dapat kembali terjalin secara sehat, sehingga kritik benar-benar menjadi sarana memperkuat demokrasi, bukan memicu kebencian.
Sejalan dengan Idrus, mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sebelumnya turut meminta publik tidak terjebak pada tuntutan membubarkan DPR.
Melalui podcast di kanal YouTube Mahfud MD Official yang ditayangkan Selasa (26/8), dia menyebut DPR, sekeras apa pun kritik yang diterima, tetap bagian dari sistem demokrasi.
“Semarah-marahnya rakyat, DPR tetap lah instrumen konstitusi. Itu lebih baik daripada membubarkan DPR dan partai politik,” ujar Mahfud.