Dua Kades Ditetapkan Tersangka Kasus Pemerasan Dana Desa

Kejati Sumsel menggelar pres rilis penetapan tersangka kasus OTT di Kabupaten Lahat-foto:dokumen palpos-

BACA JUGA:OTT Dana Desa di Lahat: Camat dan 20 Kades Diamankan

Dalam OTT yang dilakukan oleh tim Kejati Sumsel, penyidik berhasil menyita sejumlah barang bukti penting. Di antaranya adalah dokumen forum perangkat desa, beberapa unit handphone, serta uang tunai sebesar Rp65 juta, yang diduga hasil pemerasan.

Penetapan keduanya sebagai tersangka didasarkan pada pemenuhan dua alat bukti yang sah, sesuai dengan ketentuan hukum.

Saat ini, Nahudin dan Jonidi Sohri telah resmi ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Tipikor Pakjo Palembang untuk keperluan penyidikan selama 20 hari ke depan.

Mereka dijerat dengan Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta alternatif lain dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 dari undang-undang yang sama.

Lebih jauh, penyidik juga membuka kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain, termasuk dari Aparat Penegak Hukum (APH). Dugaan ini muncul dari indikasi adanya aliran dana yang tidak hanya berhenti di forum, namun mengarah ke jaringan yang lebih luas.

“Kami masih melakukan pendalaman. Tidak menutup kemungkinan ada aliran dana ke oknum APH. Ini sedang kami selidiki,” kata Adhryansah.

Pernyataan ini tentu menjadi sinyal keras bahwa Kejati Sumsel tidak hanya menarget pelaku di permukaan, tetapi juga akan membongkar jaringan korupsi yang lebih dalam jika terbukti.

Dana desa sejatinya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Korupsi terhadap dana ini menjadi bentuk pengkhianatan terhadap amanat rakyat.

Apa yang dilakukan oleh para tersangka justru mencerminkan penyalahgunaan kewenangan oleh mereka yang seharusnya menjadi penggerak pembangunan di desa.

“Ini bukan soal kecilnya nilai barang bukti, tapi tentang perilaku menyimpang dari pelaku yang berasal dari kalangan perangkat desa yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat,” ujar Adhryansah.

Hal ini memperlihatkan betapa sistem pengawasan internal di pemerintahan desa masih memiliki banyak celah, yang dapat dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Sebagai bentuk respons preventif, Kejati Sumsel mengumumkan langkah konkret untuk memutus mata rantai korupsi di level pemerintahan desa.

Melalui sinergi antara Bidang Intelijen dan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun), Kejati akan melakukan pendampingan terhadap para kepala desa dalam pengelolaan dana desa.

Langkah ini dilakukan untuk memastikan pengelolaan keuangan desa dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan