SK Kemendagri Picu Polemik : Risiko Retaknya Perjanjian Helsinki !

Polemik penyerahan empat pulau yang sebelumnya berada dalam wilayah administratif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) kepada Provinsi Sumatera Utara (Sumut) terus memanas-Foto : ANTARA-
Pakar hukum tata negara, Prof. Zainal Arifin Mochtar, mengatakan bahwa perubahan wilayah administrasi harus melalui kajian hukum mendalam dan melibatkan DPR.
“Penetapan wilayah provinsi adalah domain undang-undang. Kepmendagri bersifat administratif, bukan konstitusional. Jika menyangkut tapal batas provinsi, harus ada persetujuan DPR dan partisipasi daerah yang terdampak,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menghormati MoU Helsinki yang menjadi dasar perdamaian di Aceh.
“Kesepakatan politik seperti MoU Helsinki memiliki bobot moral dan hukum dalam tata kelola negara. Jika itu diabaikan, maka kepercayaan daerah terhadap pusat bisa runtuh,” katanya.
Pemerintah Provinsi Aceh melalui Sekretaris Daerah dan DPR Aceh telah menyatakan penolakan atas SK Kemendagri.
Mereka meminta Presiden Joko Widodo memerintahkan Mendagri meninjau ulang keputusan tersebut dan membentuk tim independen lintas kementerian untuk menyelesaikan polemik ini secara objektif.
“Kami tidak akan diam. Ini bukan hanya tentang wilayah, tapi martabat Aceh. Jika pusat tidak mendengar, kami akan membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi, atau bahkan ke forum internasional,” kata Ketua DPRA dalam pernyataan resminya, Jumat (13/6).
Sementara itu, Kemendagri melalui Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, menegaskan bahwa SK tersebut hanya bersifat administratif dan berdasarkan pada peta dasar dari Badan Informasi Geospasial (BIG) serta data yang telah lama tercatat.
“Kami hanya memutakhirkan data, bukan menetapkan hal baru. Namun kami terbuka jika ada keberatan dari daerah, dan akan melakukan klarifikasi lanjutan,” ujarnya.
Namun, jawaban ini dianggap tidak cukup oleh berbagai pihak di Aceh. Mereka meminta klarifikasi historis dan dasar hukum dari keputusan tersebut, termasuk mengapa pemutakhiran data dilakukan tanpa konsultasi dengan pemerintah daerah terdampak.
Polemik penyerahan empat pulau dari Aceh ke Sumatera Utara telah memicu ketegangan politik dan sosial, mengancam stabilitas yang telah dibangun sejak damai Helsinki 2005.
Dengan banyak pihak menyerukan penyelesaian bijak dari pusat, kini bola panas ada di tangan Presiden dan Mendagri untuk meredam eskalasi konflik.
Seperti disampaikan Jusuf Kalla, “Jika ini tidak diselesaikan secara adil, bukan hanya Aceh yang rugi, tapi kepercayaan terhadap negara bisa runtuh. Dan itu akan jauh lebih berbahaya dari sekadar kisruh tapal batas.” (ant)