Tanah Milik Desa Dituding Hasil Menyerobot Kades: Kami Punya Bukti Sah Tak Ada Sengketa

Mantan Kades Pulau Negara Suharto HS-foto:Isro-

BACA JUGA:Bantu Masyarakat Akses Pangan Murah dan Tekan Inflasi, DKP Prabumulih Luncurkan Program Gerbang Kita

Pihak desa, kata Pirmadi, tidak pernah menerima konfirmasi atau hak jawab sebelum berita tersebut diterbitkan oleh media.

“Ironisnya, kami tidak pernah dihubungi oleh wartawan terkait untuk dimintai keterangan. Hal ini tentu merugikan kami sebagai pemerintah desa dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat,” jelasnya.

Pirmadi juga menegaskan bahwa bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan atau ingin mempermasalahkan pembangunan Posyandu, sebaiknya menempuh jalur hukum resmi.

“Silakan layangkan gugatan ke pengadilan. Kami juga terbuka, jika ada pihak media atau masyarakat yang ingin melihat dokumen tanah, baik yang asli atau bentuk coppy bisa datang langsung ke kantor desa,” ujarnya.

Terpisah, Suharto HS, tokoh masyarakat yang juga pernah menjabat Kepala Desa Pulau Negara selama 15 tahun (1994–2008), angkat bicara. Ia menyayangkan tuduhan terhadap kepala desa saat ini yang menurutnya tidak berdasar dan mencemarkan nama baik desa.

“Saya membaca berita tersebut dan merasa miris. Karena saya tahu betul riwayat tanah tersebut, bahkan saat saya menjabat, tanah itu pernah digunakan untuk kantor kepala desa pada tahun 1998,” ujar Suharto.

Suharto juga menceritakan pengalamannya saat mencoba mengklarifikasi berita kepada salah satu wartawan yang menulisnya. 

Namun, ia mengaku mendapat respon yang tidak sopan dan arogan. “Saya hanya ingin meluruskan, karena saya tahu sejarahnya dan saya warga asli desa ini. Tanah itu sudah sejak dulu menjadi tanah kas desa,” tegasnya.

"Padaa masa kepemimpinan H. Abdullah bin H. Wahab, yang merupakan cucu dari H. Jalil, tanah tersebut dibeli menggunakan dana Bandes dan dijadikan tanah desa. Ini bukan klaim sepihak, karena tanah itu memang dibeli dan telah tercatat dalam inventaris desa,” ungkap Suharto.

Suharto turut menjelaskan bahwa Nima, yang mengaku sebagai ahli waris, merupakan anak dari istri ketiga Uteh, yang bukan merupakan pihak yang terlibat dalam pembelian tanah tersebut.

“Kalau anak dari istri pertama saja tidak pernah mempersoalkan, mengapa Nima tiba-tiba mengklaim tanah itu milik nenek moyangnya?” tanyanya.

Menutup pernyataannya, Suharto berharap media bisa lebih bijak dalam menulis berita, tidak memuat informasi yang belum diverifikasi, dan memberikan ruang bagi semua pihak. 

“Kami ingin kedamaian dan ketenangan di desa ini tetap terjaga. Jangan ada lagi berita yang menyesatkan dan membuat gaduh masyarakat,” pungkasnya.*

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan