Belajar dari Fenomena Kemenangan Kotak Kosong Pilkada Serentak 2024

Pj Bupati Bangka Isnaini (no 2 dari kiri) menanadatangani NPHD Pilkada ulang 2025, Jumat 21/2.-Foto : ANTARA-

Munculnya calon tunggal belum menunjukkan adanya kualitas kandidat yang diusung oleh partai politik, tetapi bagian dari realitas aksi borong partai.

Dalam perspektif calon atau partai politik pengusung, adanya koalisi pragmatis antarpartai dianggap dapat mengamankan kekuasaan. Apalagi kandidat adalah incumbent kepala daerah tersebut.

Hal ini bisa terjadi karena beberapa kemungkinan yang terjadi dalam proses demokratisasi di Indonesia.

Di antaranya adalah minimnya figur alternatif yang dianggap kuat untuk menantang calon yang didukung mayoritas partai (meskipun ini dalam tataran hipotesis).

Bisa juga adanya manuver elite politik yang lebih mengutamakan kepentingan strategis partai atau kepentingan tertentu daripada kompetisi sehat dalam demokrasi.

Aksi borong partai ini menimbulkan berbagai spekulasi dan dampak dalam proses demokrasi yang sedang berlangsung di Indonesia.

Dengan aksi ini partai politik kehilangan fungsi kompetitifnya, yang seharusnya menjadi alat demokrasi dengan menyediakan pilihan bagi rakyat dan bukan sekadar alat kompromi kekuasaan semata.

Aksi ini juga berpotensi menimbulkan perpecahan di internal partai karena kader yang tidak mendapatkan “tiket” pencalonan bisa jadi akan melawan dengan berbagai cara.

Borong partai dalam Pilkada 2024 ini mencerminkan dinamika politik dan demokratisasi di Indonesia yang semakin oligarkis dan pragmatis.

Meskipun fenomena ini secara pragmatis menguntungkan bagi elite politik, namun dampaknya terhadap demokrasi cukup serius, terutama dalam hal kompetisi politik yang sehat, menimbulkan apatisme bahkan perlawanan yang ditunjukkan dengan memenangkan kotak kosong.

Oleh karena itu penting bagi masyarakat untuk tetap kritis dan menggunakan hak pilihnya termasuk memilih kotak kosong jika merasa tidak ada pilihan yang layak untuk memberikan pembelajaran agar proses demokrasi tidak diciderai oleh kekuatan oligarki.

Kemenangan kotak kosong telah menunjukkan perlawanan rakyat terhadap kekuatan oligarki elite politik.

Kasus kemenangan kotak kosong di Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bukan lantaran tidak ada kandidat lain yang tidak mampu menjadi kompetitor dari kandidat yang diusung oleh seluruh partai politik, namun lebih disebabkan tidak adanya dukungan partai politik ke calon lain sebagai syarat seseorang menjadi calon kepala daerah.

Meski memungkinkan untuk maju sebagai calon independen, syaratnya begitu ketat. Dukungan pemilih terhadap kotak kosong juga merupakan bentuk protes atas proses demokrasi yang sedang berjalan.

Calon tunggal lebih mencerminkan pragmatisme partai dan melemahnya demokrasi, dimana calon dipilih lebih berdasarkan popularitas (incumbent) dan kemampuan logistik, bukan kapasitas dan integritas. Kondisi ini bertentangan dengan prinsip demokrasi yang menekankan partisipasi dan kompetisi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan